Hidayatullah.com–Parlemen Jerman telah merevisi UU Kewarganegaraan sehingga semakin sulit bagi orang yang bergabung dengan kelompok teroris, pelaku poligami dan pelaku penipuan untuk diakui sebagai warga negara.
Dilansir DW, hari Kamis (4/7/2019), parlemen Jerman meloloskan tiga revisi pada UU Kewarganegaraan. Tiga revisi itu mencakup hal-hal berikut ini.
Pertama, bagi orang yang bergabung dengan kelompok teroris asing maka akan kehilangan status kewarganegaraannya. Orang Jerman pemilik kewarganegaraan ganda yang bergabung dengan milisi teroris asing di masa mendatang dapat dicoret kewarganegaraan Jerman-nya.
Perubahan peraturan ini hanya berlaku bagi orang dewasa yang memiliki status kewarganegaraan kedua dan tidak berlaku surut. Ketentuan baru ini tidak mencakup anak di bawah umur.
Sebelumnya UU itu sudah menyebutkan bahwa orang Jerman yang bergabung dengan angkatan bersenjata yang setara dengan militer dari negara asing tanpa izin Kementerian Pertahanan Jerman, maka status kewarganegaraannya bisa dicabut.
Sekedar bergabung menjadi anggota saja orang bersangkutan bisa diancam dengan UU itu, meskipun tidak aktif memanggul senjata dan berperang.
Menurut UU tersebut, yang dianggap milisi teroris adalah kelompok bersenjata terorganisir yang bertujuan menggulingkan struktur pemerintahan suatu negara dengan melanggar hukum internasional dan menggantikan struktur itu dengan pemerintahan baru atau struktur yang mirip. Dengan demikian, ISIS alias Daesh jelas termasuk sebagai kelompok tersebut.
Kedua, pelaku poligami dihambat untuk mendapatkan kewarganegaraan Jerman. Revisi UU ini melarang orang yang berpoligami dinaturalisasi sehingga menjadi warga negara Jerman.
Revisi UU itu dimaksudkan untuk memastikan orang yang dinaturalisasi benar-benar melebur ke dalam “gaya hidup Jerman.”
Organisasi-organisasi migran dan sebagian pakar hukum mempermasalahkan kata-kata “membaur dengan gaya hidup Jerman.” Mereka khawatir kata-kata itu tidak jelas maksudnya dan justru mempromosikan “Leitkultur” atau budaya yang dikendalikan atau diatur penguasa, yang biasa diberlakukan rezim-rezim otoriter, semisal China yang berusaha menggerus budaya Uighur dan memaksakan kepada mereka budaya etnis mayoritas Han dan ideologi komunis.
Ketiga, naturalisasi dapat dicabut dalam kurun 10 tahun. Revisi UU ini menyatakan bahwa mereka yang berbohong agar mendapat naturalisasi maka status WN yang diberikan bisa dicabut dalam kurun 10 setelah naturalisasinya disahkan. Ketentuan sebelumnya menyebutkan dalam kurun 5 tahun.
Menurur perkiraan polisi, hanya kurang dari sepertiga pencari suaka yang dapat menunjukkan paspor pada tahun 2015, puncak krisis pengungsi di Jerman. Banyak pendatang asing menggunakan paspor palsu, bahkan ada yang mengaku sebagai orang Suriah agar memiliki peluang lebih besar bisa menetap di Jerman.*