Hidayatullah.com—Rezim Al-Sisi telah melakukan setidaknya lebih dari 1.000 pelanggaran hak asasi manusia (HAM), demikian menurut sebuah laporan yang dikeluarkan oleh organisasi non-pemerintah (LSM), El-Nadeem berbasis di Kairo.
Menurut El-Nadeem, pelanggaran itu meliputi; 283 kasus penyiksaan individu, 30 kematian dalam tahanan dan 111 orang yang telah mengalami kelalaian medis telah terjadi di negara itu, kata laporan itu, sebagaimana dikutip Middle East Monitor (MEMO).
Laporan LSM itu juga mengungkapkan bahwa ada 492 orang telah hilang di negara itu sejak awal tahun ini.
17 Juni lalu, kematian sangat mengejutkan terjadi saat presiden pertama yang terpilih secara demokratis dan satu-satunya di Mesir, Mohammad Mursi, meninggal di ruang sidang, menunjukkan kondisi mengerikan yang dihadapi tahanan politik di negara itu.
Menurut organisasi HAM Arab, lebih dari 700 tahanan Mesir telah meninggal akibat kelalaian medis sejak 2011.
Anak-anak dari anggota gerakan Ikhwanul Muslimin yang paling ditakuti para penguasa otoriter Mesir telah ditahan di penjara yang sama dengan Mursi mengatakan, mereka takut akan kesehatan para orang tua mereka.
Daily Sabah melaporkan, dua minggu setelah kematian Mursi, mantan calon presiden Abdul Moneim Aboul Fotouh menuduh pemerintah Mesir “membunuh” ayahnya, yang menderita diabetes, hipertensi, jantung, dan masalah pernapasan.
Pada 2013, Menteri Pertahanan saat itu Jenderal Abdul-Fattah al-Sisi memimpin kudeta militer berdarah, menggulingkan presiden Mesir pertama yang dipilih secara demokratis, Mohamad Mursi.
Sejak itu, tindakan keras keras dilakukan terhadap oposisi, tidak hanya dari gerakan Ikhwanul Muslimin, tetapi siapa pun yang menentang al-Sisi.
Referendum konstitusi terbaru bulan lalu membuka jalan bagi al-Sisi untuk tetap berkuasa hingga 2030.
Meskipun ada usaha melakukan perbaikan ekonomi, pelanggaran hak asasi manusia (HAM) telah mengkhawatirkan banyak pihak. Kelompok hak asasi manusia dan LSM mengatakan kondisi di pusat-pusat penahanan, termasuk pasokan medis dan gizi, sangat tidak mencukupi.
Baru-baru ini, sebuah artikel oleh Maged Mandour yang diterbitkan oleh Sada, sebuah platform online di bawah Carnegie International, mengatakan bahwa pasukan keamanan Mesir dengan sengaja mencabut tahanan makanan sehingga mereka akan mati kelaparan.
“Pada 2015, misalnya, Pusat Nadeem mendokumentasikan 81 kasus kematian di pusat-pusat penahanan karena kelalaian medis – terpisah dari 137 yang mereka daftarkan langsung dibunuh di dalam pusat-pusat penahanan. Jumlah ini tetap konsisten pada 2016, pada 80 kasus.
Sebelum bahwa, ada 170 kasus kematian yang terdokumentasi karena kelalaian medis mulai dari Juli 2013 hingga Mei 2015. Tren ini terus berlanjut, dengan tujuh tahanan meninggal karena kelalaian medis pada Januari 2019 saja,” tulis artikel itu.
Tahun 2016, Badan HAM yang diakui pemerintah Mesir menerima laporan penyiksaan dan penghilangan paksa.
Kepala Dewan HAM Nasional Mohammed Fayek mengatakan organisasinya menerima keluhan tentang kondisi buruk dalam penjara. Ia mengatakan, organisasinya secara resmi mencatat tiga kasus di mana pihak berwenang menyiksa tahanan sampai mati.
Pihak keamanan Mesir melancarkan tindakan keras yang luas terhadap pembangkang setelah militer menggulingkan Presiden Mesir Mohammad Mursi tahun 2013. Ribuan orang, terutama pendukung Mursi, dan juga sejumlah aktivis sekuler terkenal, dipenjarakan.
Saat kasus kudeta berdarah, Nadeem Center, telah menyediakan konseling bagi para korban penyiksaan, mendokumentasi sekitar 600 kasus penyiksaan oleh polisi tahun 2015. Dikatakan, 500 orang tewas oleh pasukan keamanan tahun itu, termasuk 100 yang meninggal dalam tahanan resmi.*