Hidayatullah.com– Koalisi militer Negara Arab Teluk pimpinan Arab Saudi mengatakan telah membebaskan 200 tahanan pemberontak Syiah al Houthi dalam mendukung upaya-upaya damai untuk mengakhiri perang di Yaman.
Kantor berita pemerintah Arab Saudi mengutip juru bicara koalisi Kolonel Turki al-Maliki yang mengatakan pada Selasa bahwa langkah itu dilakukan untuk membuka jalan bagi pertukaran tahanan yang lebih besar dan telah lama tertunda, yang telah disepakati pada tahun lalu.
Koalisi juga mengatakan dalam pernyataan yang dilaporkan oleh kantor berita itu, bahwa pihaknya akan mengurangi pembatasan penerbangan keluar ibukota yang dikuasai Al-Houthi, Sanaa, bagi orang-orang yang membutuhkan perawatan medis di luar negeri.
Dua pihak telah menyepakati perjanjian damai yang diajukan oleh Persatuan Bangsa-Bangsa di Swedia pada Desember lalu, namun hal itu belum diimplementasikan.
“Kepemimpinan koalisi ingin terus mendukung upaya-upaya untuk menyelesaikan krisis di Yaman dan mendorong perjanjian Stockholm, termasuk kesepakatan terkait pertukaran tahanan,” kata al-Malki dikutip Al Jazeera.
Pemberontak al Houthi pada September secara sepihak membebaskan 350 tahanan, termasuk tiga orang Saudi, setelah memperpanjang tawaran untuk menghentikan serangan rudal lintas-perbatasan dan serangan pesawat tak berawak ke Arab Saudi jika koalisi mengakhiri serangan udara ke Yaman.
Konflik di Yaman dimulai dengan pengambilalihan Sanaa 2014 oleh para pemberontak Houthi yang kini telah menguasai sebagian besar wilayah utara negara itu.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Koalisi pimpinan Saudi-UEA ikut campur tangan di Yaman pada Maret 2015 setelah Houthi menggulingkan kekuasaan pemerintah yang diakui secara internasional di Sanaa, yang ingin dipulihkan oleh koalisi.
Perang saudara lima tahun telah menewaskan puluhan ribu orang, kebanyakan dari mereka adalah warga sipil, menurut organisasi-organisasi bantuan, dan telah mendorong jutaan orang ke ambang kelaparan dalam apa yang oleh PBB disebut sebagai krisis kemanusiaan terburuk di dunia.*/Nashirul Haq AR