Hidayatullah.com–Keuskupan Katolik Roma Harrisburg, negara bagian Pennsylvania, Amerika Serikat, hari Rabu (19/2/2020) mengajukan pailit, enam bulan setelah mengungkap bahwa pihaknya mengeluarkan jutaan dolar untuk membayar orang-orang yang dicabuli oleh para rohaniwan gereja semasa mereka kanak-kanak.
Keuskupan itu menyusul sedikitnya 20 lainnya di seluruh Amerika Serikat yang mencari perlindungan dari kejaran kreditur melalui sistem kepailitan federal. Namun, Harrisburg merupakan keuskupan itu yang pertama di Pennsylvania yang mengambil langkah tersebut.
Pada bulan Agustus 2019, keuskupan itu mengatakan merogoh kocek $12 juta lebih sedikit untuk membayar kompensasi 106 orang korban kejahatan seksual para pendeta, diakon dan mahasiswa seminari pedofil, semasa mereka kanak-kanak. Pejabat gereja terkait hari Rabu mengatakan bahwa total sejauh ini sudah 111 kesepakatan penuntasan kasus yang dicapai.
Dalam berkas permohonan yang diajukan ke pengadilan kepailitan federal di Harrisburg disebutkan bahwa keuskupan itu masih menghadapi tuntutan kompensasi serupa lainnya dalam jumlah yang signifikan, lapor Associated Press.
Kepada pengadilan keuskupan itu mengatakan bahwa pihaknya memiliki lebih dari 200 kreditur dan beban tanggungan diperkirakan antara $50 juta dan $100 juta, sementara asetnya hanya $10 juta. Di antara krediturnya adalah Pennsylvania Economic Development Financing Authority yang meminjamkan duit sekitar $30 juta, serta belasan nama lain yang diwakili oleh pengacara mereka.
Uskup Ronald Gainer mengatakan bahkan sebelum lembaganya tersandung kasus seksual rohaniwan gereja itu pada 2016, kondisi keuangan keuskupannya sudah “dalam kondisi yang sulit.”
“Kami tak punya langkah maju lain untuk memastikan masa depan keuskupan kami daripada reorganisasi kepailitan,” kata Grainer. Keuskupan itu mengajukan kepailitan Chapter 11, yang memungkinkan asetnya tidak disita habis untuk membayar utang dan pada saat yang sama dapat melunasi utangnya secara bertahap.
Keuskupan itu membawahi sekitar 250.000 umat Katolik yang terbagi di 89 paroki yang tersebar di 15 county (wilayah administrasi satu level di bawah negara bagian, kira-kira setingkat kabupaten di Indonesia). Masing-masing paroki di bawah keuskupan itu merupakan entitas mandiri yang terpisah sehingga tidak tercakup dalam kepailitan yang diajukan, kata pengacara keuskupan Matt Haverstick.
Menurut pengacara itu, keuskupan diperkirakan masih menghadapi sekitar 200 gugatan kejahatan seksual di lingkungan gereja, termasuk yang tidak dilakukan oleh rohaniwan Katolik.
Pengajuan kepailitan itu akan melindungi Keuskupan Harrisburg dari klaim-klaim lain, kata Ben Andreozzi, pengacara Harrisburg yang menuntaskan sekitar 20 gugatan, serta 2 gugatan lain yang masih diproses, yang semuanya berkaitan dengan kejahatan seksual. Nama Andreozzi tercantum dalam permohonan kepailitan sebagai kontak untuk enam kreditur.
“Mulai dari tanggal mereka (keuskupan) mengajukan kepailitan, dan terus di masa selanjutnya, apabila ada orang yang tidak mengajukan klaim (gugatan) mereka di kurun waktu itu, maka kasusnya akan dianggap hangus selamanya,” kata Andreozzi.
Keuskupan Harrisburg membuka program penyelesaian klaim sementara setelah sebuah laporan grand jury menudingnya dan lima keuskupan lain di negara bagian Pennsylvania menutu-nutupi kejahatan seksual terhadap ratusan anak, yang kebanyakan terjadi puluhan tahun silam.
Banyak dari korban yang sekarang sudah dewasa dalam laporan grand jury itu diidentifikasi terlalu tua, berdasarkan undang-undang di Pennsylvania, untuk menggugat keuskupan.
Tahun lalu, lembaga legislatif mengambil langkah krusial dengan mengusulkan amandemen konstitusi negara bagian guna memberikan kesempatan baru kepada para penyintas untuk menggugat orang-orang yang mencabulinya serta institusi yang menutup-nutupi kasusnya. Usulan itu harus disetujui dalam rapat legislatif periode 2021-2022 sebelum disetujui rakyat lewat referendum.
Namun, rupanya anggota parlemen Pennsylvania masih enggan untuk mengubah konstitusi untuk memungkinkan gugatan kasus semacam itu diproses di pengadilan.
Andreozzi mengatakan keuskupan dapat menuntaskan gugatan-gugatan itu dengan biaya lebih rendah dengan cara mengajukan kepailitan sebelum Pennsylvania membuka peluang dilakukannya gugatan hukum pencabulan yang terjadi puluhan tahun silam.
Apabila kasus semacam itu masuk ke pengadilan biasanya kompensasi yang harus dibayarkan jauh lebih besar dibandingkan menyelesaikan kasusnya lewat kesepakatan kompensasi di luar pengadilan, kata Andreozzi.
Jeff Anderson, jaksa di negara bagian Minneapolis yang mewakili puluhan penyintas pencabulan oleh rohaniwan gereja dalam gugatannya terhadap keuskupan-keuskupan Gereja Katolik Roma, mengatakan bahwa kepailitan yang diajukan tersebut dapat digunakan untuk menyembunyikan aset atau melindunginya ketika ada gugatan dari pihak korban.
Dengan mengajukan kepailitan, keuskupan juga menghindari paksaan dari pengadilan untuk membuka semua kesaksian perihal cara lembaga Katolik itu menangani kasus-kasus pencabulan di masa lalu, imbuh Anderson.
Menurut kelompok BishopAccountability.org, sejauh ini sudah 22 keuskupan dan lembaga keagamaan, termasuk satu di Guam, yang mengajukan perlindungan kebangkrutan.
Semua keuskupan Katolik dan lembaga keagamaan yang mengajukan kepailitan di Amerika Serikat masih eksis dan melanjutkan misi mereka, kata Marie Reilly, seorang profesor hukum di Penn State University.*