Hidayatullah.com–Polisi dan pendidik di Jerman resah dengan kenaikan jumlah konten kekerasan, ekstrimis dan ilegal yang tersebar di kalangan remaja di media sosial semacam WhatsApp.
Dilansir DW, dalam laporan yang dipublikasikan hari Rabu (19/2/2020) oleh koran Funke Mediengruppe, Kantor Kepolisian Kriminal Federal Jerman (BKA) mengatakan bahwa obrolan online sekarang ini menjadi semakin “radikal dan brutal”.
Satu kelompok obrolan itu terungkap setelah seorang pelajar putri pingsan usai menonton video seorang pria yang dipenggal kepalanya dengan gergaji listrik, yang dibagikan di grup kelasnya.
Satu kelompok lain yang membagikan konten kebencian diketahui ketika seorang wali murid tanpa sengaja dimasukkan ke dalam kelompok obrolan tersebut.
Akan tetapi, aparat berwenang mengatakan sebagian besar kelompok obrolan online tersembunyi dari orangtua dan guru.
Pada Oktober 2019, Kepolisian Federal Jerman melakukan investigasi pornografi anak di seluruh penjuru negeri. Dari sejumlah tersangka yang berhasil dijaring, sebanyak 21 merupakan pemuda berusia antara 14 dan 26 tahun. Pihak kejaksaan mengatakan bahwa para tersangka itu bukan pedofil, tetapi mereka mengirimkan konten-konten tidak senonoh “tanpa berpikir panjang.”
“Sering kali, video yang beredar diramu dengan musik dan komentar yang mereka pikir lucu,” kata Markus Koths, kepala unit kejahatan siber di BKA kepada Funke Mediengruppe.
Di banyak kasus, anak-anak muda itu terkejut bahwa membagikan video semacam itu bisa menyeret mereka berurusan dengan hukum.
Video yang menampakkan kekejian terhadap anak atau kejahatan seksual terus saja dibagikan di kelompok obrolan kaum remaja, kata polisi dalam laporan yang dirilis Funke hari Rabu itu.
Contohnya, dua video yang sedang beredar luas di kalangan grup obrolan palajar SMA Jerman. Kata penyidik, salah satu video menampakkan dua pemuda yang diduga di Afghanistan sedang memperkosa seorang anak. Video yang satunya, menampakkan anak-anak di Amerika Serikat atau Kanada dipaksa melakukan aktivitas seksual.
Dalam satu kasus kelompok obrolan, pihak kejaksaan di negara bagian turun tangan melakukan investigasi setelah anggota kelompok tersebut saling menyapa dengan menggunakan istilah-istilah seperti “sieg heil” dan membagikan gambar-gambar swastika.
Akan tetapi, menurut kebanyakan para pendidik, jarang ada pelajar yang merupakan ekstrimis sayap kanan, melainkan mereka hanya berusaha membuat teman-temannya terkesima. Mereka sering kali tidak sadar akan konsekuensi hukum dari tindakannya.
Di Jerman, membagikan gambar swastika dapat dihukum denda dan menyebarkan pesan kebencian dapat dibui hingga 5 tahun.
Kelompok-kelompok obrolan biasanya anonim, sehingga mudah bagi orang untuk menyebarkan konten-konten tak bermutu atau ilegal tanpa takut akan konsekuensinya
Namun, polisi mengatakan daripada mengatasi masalah itu di kalangan remaja dengan sanksi hukum, lebih baik memberikan pemahaman dan pendidikan yang lebih baik kepada mereka.
“Memberikan pelajaran tentang kompetensi media di ruang kelas merupakan langkah yang penting,” kata Koths, seraya menambahkan bahwa orangtua juga berkewajiban untuk memjelaskan kepada anak-anaknya perihal xenofobia dan penyalahgunaan media.*