Hidayatullah.com—Pemerintah Rusia menyatakan bahwa rencana perubahan status Hagia Sophia menjadi masjid merupakan hak dan urusan dalam negeri pemerintah Turki.
Lyudmilla Vorobieva, Duta Besar Rusia untuk Indonesia, mengatakan pemerintahnya tidak ingin mencampuri urusan dalam negeri pemerintah Turki terkait rencana perubahan status bangunan bersejarah tersebut.
Meski demikian, Pemerintah Rusia mengharapkan agar Turki mempertimbangkan kembali rencana tersebut dengan menimbang semua aspek. Terlebih, Lyudmilla beralasan, Hagia Sophia merupakan situs budaya UNESCO.
Rusia yang merupakan negara mayoritas kristen ortodoks juga memiliki hubungan kuat dengan Hagia Sophia, tambah Lyudmilla yang mengatakan sudah pernah berkunjung ke sana.
“Siapapun yang pernah mengunjungi situs tersebut dipastikan akan mengagumi keindahan Hagia Sophia yang bersejarah bagi umat kristen dan muslim. Namun, tentu saja itu merupakan hak sepenuhnya pemerintah Turki,” kata Lyudmilla, dalam konferensi virtual pada Rabu (8/7/2020) dikutip dari Anadolu Agency.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan pada Maret lalu mengatakan bahwa museum Hagia Sophia di Istanbul akan difungsikan kembali menjadi masjid.
“Ayasofya (Haghia Sophia) tidak akan lagi disebut museum. Statusnya akan berubah. Kami akan menyebutnya masjid,” kata Erdogan dalam sebuah siaran langsung televisi.
Membalas berbagai kritik pejabat luar negeri atas pernyataannya tersebut, Erdogan mengingatkan kembali kebisuan mereka atas serangan terhadap Masjid Al-Aqsa di Baitul Maqdis.
“Mereka yang tetap diam ketika Masjid Al-Aqsa diserang, diinjak-injak, jendelanya dihancurkan, tidak punya hak untuk memberi tahu kami apa yang harus kami lakukan tentang status Ayasofya,” ujarnya.
Hagia Sophia, yang telah menjadi masjid selama 418 tahun di era Utsmani, diubah menjadi museum oleh Kemal Attaturk saat Republik Sekuler Turki berdiri. Pengubahan itu dikatakan sebagai tidak sah oleh beberapa pihak di Turki.
Sebelumnya, Gereja Ortodoks Rusia mengeluarkan kecaman atas rencana pengubahan status Hagia Sophia tersebut, mengatakannya sebagai “tidak dapat diterima”.
Erdogan membela keputusannya dengan menyatakan bahwa serangan terkait masalah ini dari luar adalah serangan terhadap kedaulatan Turki.*