Hidayatullah.com—Angka kelahiran di Jerman menurun, sementara populasinya menua dan kaum wanita yang berpendidikan tinggi cenderung menunda memiliki keluarga.
“Saya tidak ingin memiliki anak sampai diri saya siap.” Pernyataan seperti itu kerap didengar pakar ginekologi di Hamburg Christine Biermann dari pasiennya.
“Pencarian akan pekerjaan sempurna dan pasangan ideal merupakan faktor penentu bagi para wanita untuk menunda melahirkan anak selama beberapa tahun,” kata Biermann.
Pada tahun 2019 di Jerman terdapat 788.000 kelahiran. Angka itu 9.400 lebih rendah dibanding tahun sebelumnya, atau tingkat kelahiran hanya 1.54 per wanita, menurut data terbaru yang dirilis kantor pusat statistik Jerman, Destatis, seperti dilansir DW (31/7/2020).
Itu merupakan rata-rata kelahiran di kalangan negara anggota Uni Eropa, Prancis yang paling tinggi sedangkan Malta yang terendah.
Rata-rata wanita Jerman memiliki anak pertamanya tidak lama setelah mereka memasuki usia 30 tahun. Itu merupakan usia tertua di kalangan UE setelah Italia. Sementara wanita di Bulgaria menjadi yang termuda, memulai keluarga kecil mereka sendiri pada usia 26 tahun.
Wanita yang berpendidikan lebih baik memiliki anak lebih sedikit, tidak hanya di Jerman tetapi juga di berbagai negara lain, sebab memiliki keluarga hanyalah satu dari sekian banyak pilihan lain yang ingin dilakukan wanita dalam hidupnya.
Di berbagai kota di Jerman bagian barat, satu dari lima wanita berusia 45-54 tahun tidak memiliki anak sama sekali. Kebanyakan mereka merupakan akademisi, yang menghabiskan banyak waktu untuk karir profesionalnya.
“Kita memiliki banyak mahasiswa perguruan tinggi,” kata Philipp Deschermeier dari German Society for Demography.
“Ketika mereka lulus kuliah mereka ingin mendapatkan pekerjaan yang baik, yang mengharuskan mereka banyak keluar rumah. Ini merupakan tantangan dalam merencanakan sebuah keluarga. Jadi kita memerlukan opsi lebih banyak yang memungkinkan orang dapat bekerja dari rumah atau paruh waktu, serta tambahan fasilitas penitipan anak sehingga kedua orangtua dapat bekerja,” papar Deschermeier.
Martin Bujard, direktur riset di German Institute for Population Research (BiB), mengatakan tidak perlu khawatir dengan angka-angka tersebut, sebab selama 10 tahun terakhir sebenarnya Jerman menunjukkan tren positif.
“Kenaikan tingkat kelahiran sejak 2010 merupakan kisah sukses,” ujarnya. “Salah satu penyebabnya adalah investasi dalam perbaikan layanan perawatan anak. Jumlah tempat penitipan anak balita naik dari 10 menjadi 30 persen sejak tahun 2007.” Meskipun demikian di mengakui masih ada yang harus ditingkatkan.
Sebuah survei yang dilakukan BiB menunjukkan bahwa dua pertiga orang muda Jerman mengatakan memiliki banyak anak merupakan hal yang luar biasa. Namun, setengah dari kaum muda juga mengatakan bahwa memiliki keluarga besar (banyak anak) hanya mungkin diwujudkan oleh mereka yang berkecukupan atau memiliki pendapatan tinggi.
Namun, pada kenyataannya di Jerman sekitar seperempat keluarga yang memiliki tiga anak atau lebih mengaku kesulitan memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
Hanya 16% keluarga di Jerman yang memiliki tiga anak atau lebih, yang lagi-lagi merupakan rata-rata di kalangan Uni Eropa.
Studi yang dirilis BiB tahun lalu menunjukkan bahwa keluarga besar di Jerman cenderung memiliki latar belakang keagamaan yang kuat –kebanyakan dari kalangan Muslim, serta Katolik— dan mereka tinggal di mana biaya akomodasinya terjangkau, yaitu di daerah suburban atau pedesaan dan bukan di pusat kota.*