Hidayatullah.com–Otoritas agama tertinggi di Uni Emirat Arab, Dewan Fatwa telah mengeluarkan keputusan yang mengizinkan vaksin-vaksin virus corona untuk Muslim bahkan jika itu mengandung gelatin babi. Dilansir Middle East Monitor (MEMO) pada Rabu (23/12/2020), fatwa itu muncul di tengah kekhawatiran diantara banyak Muslim mengenai hukum vaksin Covid-19 yang mengandung gelatin babi, bahan yang umum diantara vaksin yang bertindak sebagai penstabil untuk memastikan vaksin tetap efektif selama penyimpanan dan pengiriman.
Menurut Ketua Dewan Sheikh Abdallah Bin Bayyah, vaksin virus corona tidak tunduk kepada aturan Islam tentang konsumsi daging babi karena kebutuhan yang lebih tinggi untuk “melindungi tubuh manusia.” Dewan lebih lanjut menekankan bahwa gelatin babi dalam konteks ini memiliki tujuan medis dan bukan makanan.
Bulan lalu, raksasa farmasi Pfizer dan perusahaan biotek BioNTech mengumumkan mereka telah mengembangkan sebuah vaksin untuk Covid-19 yang dikatakan 90 persen efektif untuk mencegah virus dalam analisis kemanjuran sementara pertamanya. Vaksin tersebut telah mendapatkan persetujuan darurat di beberapa negara.
Meskipun produk daging babi tidak digunakan di beberapa vaksin seperti Pfizer, Moderna dan AstraZeneca – belum jelas apakah vaksin lain di pasar bebas gelatin. Pada hari Ahad, Dr Harunor Rashid, seorang profesor di Universitas Sydney, dikutip dalam sebuah laporan oleh Haaretz, menyatakan bahwa mayoritas konsensus dari perdebatan masa lalu mengenai gelatin babi yang digunakan dalam vaksin adalah bahwa itu diperbolehkan menurut hukum Islam, sebagai “bahaya yang lebih besar” akan terjadi jika vaksin tidak digunakan.
Keputusan serupa juga berlaku untuk Yahudi Ortodoks. Hal ini sebagaimana dikatakan Rabbi David Stav, Ketua Tzohar, sebuah organisasi kerabian di ‘Israel’. “Menurut hukum Yahudi, larangan makan babi atau menggunakan daging babi hanya dilarang jika itu cara memakannya alami,”katanya.*