Hidayatullah.com–Status negara dalam keadaan darurat yang diumumkan Raja Malaysia memberikan kewenangan kepada kepala negara itu atau orang yang diberi kuasa olehnya untuk mengambil alih sementara kepemilikan properti berupa tanah, bangunan atau benda bergerak apapun.
Status itu dimasukkan dalam lembaran negara pada hari Kamis tanggal 14 Januari, tetapi berlaku surut mulai 11 Januari 2021, di hari ketika Yang di-Pertuan Agong Al-Sultan Abdullah Ri’ayatuddin Al-Mustafa Billah Shah memutuskan negara Malaysia dalam keadaan darurat berdasarkan Pasal 150 (1) Konstitusi Federal guna menyelamatkan perekonomian negara dari dampak pandemi Covid-19, lansir MalayMail Jumat (15/1/2021).
Status darurat yang dituangkan dalam Emergency (Essential Powers) Ordinance 2021 itu juga memberikan wewenang kepada Yang di-Pertuan Agong atau siapa saja yang diberi kuasa olehnya untuk menggunakan lahan, menggunakannya untuk tujuan apapun yang dibenarkan negara, tetapi pemilik lahan, bangunan atau properti bergerak tersebut masih tetap diperbolehkan mempergunakannya kecuali diperintahkan sebaliknya.
Berdasarkan ketentuan itu, kompensasi yang diberikan kepada pemilik properti yang diambil alih oleh pemerintah akan ditentukan oleh Yang di-Pertaun Agong, dan keputusannya tidak dapat digugat di pengadilan dengan alasan apapun.
Siapa saja yang menentang dapat dianggap melakukan pelanggaran dan terancam dipidana maksimum denda RM5 juta atau penjara paling lama 10 tahun atau keduanya.
Perdana Menteri Tan Sri Muhyiddin Yassin mengumumkan status darurat yang diklaimnya dapat membantu meredam penyebaran Covid-19 dan mencegah kemunduran ekonomi.
Dalam keadaan darurat, parlemen dan dewan perwakilan daerah tidak diperbolehkan melakukan pertemuan, sampai waktu yang ditentukan oleh Yang di-Pertuan Agong.
Dewan Rakyat sebelum status darurat ini diumumkan, rencananya akan menggelar rapat perdana 2021 mulai 8 Maret sampai 8 April.*