Hidayatullah.com–Otoritas Iran hari Sabtu (30/1/2021) mengeksekusi di tiang gantungan Javid Dehghan Khalad, yang didakwa melakukan pembunuhan, penculikan dan tergabung dalam kelompok militan Muslim (Sunni) Jaish al-Adl yang dicap teroris.
Eksekusi Dehghan dilakukan pagi dini hari di Provinsi Sistan-Baluchestan, lapor situs berita lokal Mizan Online.
Dilansir DW menurut informasi di website itu, Dehghan yang juga dikenal sebagai Mohammad Omar dinyatakan bersalah melakukan “serangan bersenjata terhadap negara.” Dia juga dinyatakan terlibat dalam pembunuhan dua anggota Garda Revolusi Iran pada tahun 2015, serta memimpin aksi penculikan 5 penjaga perbatasan yang salah satunya kemudian tewas.
Siapa Jaish al-Adl?
Milisi berbasis di Pakistan itu dituding terlibat sejumlah serangan mematikan terhadap tentara negeri Syiah Iran, termasuk serangan bunuh diri pada Februari 2019 yang menewaskan 27 anggota pasukan keamanan Iran di perbatasan Iran-Pakistan.
Kelompok itu sebelumnya mengklaim serangan yang menewaskan penjaga perbatasan di tahun 2013 dan 2015.
Jaish al-Adl mengatakan kelompoknya memerangi diskriminasi yang dilakukan Syiah Iran terhadap warga minoritas Muslim Sunni dan etnis Baluch yang tinggal di Provinsi Sistan-Baluchestan.
Di provinsi itu terdapat sejumlah milisi Muslim Sunni serta kelompok penyelundup narkoba, yang kedua kerap bentrok dengan pasukan keamanan Iran.
Pada Juli 2019, pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyatakan Jaish al-Adl sebagai organisasi teroris global.
Kelompok militan itu dibentuk tahun 2012 sebagai pengganti kelompok Jundallah, yang selama puluhan tahun melawan rezim Syiah Iran sebelum dilemahkan dengan penangkapan pemimpinnya Abdolmalek Rigi Pada tahun 2010.
Iran tetap melaksanakan eksekusi Dehghan meskipun ada seruan internasional untuk menghentikannya.
“Kami mendesak pihak berwenang untuk menghentikan eksekusi yang dalam waktu dekat akan dilakukan terhadap Javid Dehghan, untuk mengkaji ulang kasusnya dan kasus-kasus hukuman mati lainnya agar sejalan dengan hukum hak asasi manusia,” tulis Office of the United Nations High Commissioner for Human Rights yang berbasis di Jenewa lewat Twitter hari Jumat.
“Kami mengecam keras serangkaian eksekusi –sedikitnya 28 orang– yang dilakukan sejak pertengahan Desember lalu, termasuk eksekusi terhadap orang-orang dari kelompok minoritas,” imbuhnya.
Organisasi Amnesty International yang berbasis di London menyebut proses hukum atas Dehghan sangat tidak adil dan pengadilan mengandalkan pengakuan yang didapat dari hasil penyiksaan.
Menurut Amnesty, Dehghan mengatakan dirinya disiksa dengan cara dipukuli, dicambuk, dicopot kuku jarinya dan ditelanjangi.*
“@Khamenei_fa herus MENGHENTIKAN eksekusi terhadapnya SEKARANG!” seru Amnesty lewat Twitter hari Jumat (29/1/2021).*