Hidayatullah.com — Warga Kristen India di negara bagian Chhattisgarh menuduh pihak berwenang tidak mengambil tindakan terhadap seorang polisi yang membakar gereja dan melakukan ancaman pembunuhan.
Gereja rumah milik seorang warga suku Kristen, Kadti Gurva dari desa Kistaram di distrik Sukma dibakar oleh seorang polisi yang diidentifikasi sebagai Sub-Inspektur Bhavesh Shende dari kantor polisi Kistaram pada Februari.
Namun, setelah melaporkan kejadian itu tidak ada tindakan yang diambil oleh pihak berwenang terhadap petugas polisi tersebut, lapor Morning Star News pada Ahad (22/05/2022).
Begini kronologi aksi pembakaran dan pengancaman warga Kristen India;
Pada 3 Februari, petugas tersebut menerobos masuk ke gereja ketika warga Kristen sedang menggelar kebaktian. Dia kemudian memperingatkan mereka agar tidak berkumpul dan beribadah di tempat itu. Ia juga mengancam akan menuduh mereka sebagai komunis “Naxalite” atau pemberontak Maois.
Sehari kemudian, petugas memanggil Gurva dan seorang anggota gereja bernama Turram Kanna ke kantor polisi di mana dia memerintahkan mereka untuk membakar gereja mereka. Kedua orang Kristen itu menolak.
Pada tanggal 5 Februari, petugas polisi itu kembali memanggil keduanya dan mengatakan kepada mereka bahwa dialah yang membakar bangunan gereja mereka.
“Dia memberi tahu kami bahwa dia telah membakar tempat ibadah kami dan memperingatkan kami bahwa kami tidak boleh melakukan hal seperti itu lagi [bertemu untuk berdoa atau beribadah], atau dia akan menangkap kami dan mengirim kami ke penjara,” kata pengaduan tersebut.
Dua hari kemudian, Presiden Forum Kristen Chhattisgarh Arun Pannalal dan para pemimpin gereja bertemu dengan Direktur Jenderal Polisi Chhattisgarh dan mengajukan keluhan mereka, meminta penyelidikan dan pemecatan Bhavesh Shende karena membakar gereja.
Sampai hari Sabtu, tidak ada tindakan yang diambil terhadap polisi itu
“Pemerintah bergandengan tangan dengan para pelaku kekerasan,” kata Pannalal. “Polisi di Chhattisgarh juga telah disafronisasi [warna simbol nasionalisme Hindu]. Karena pemerintah tidak mengambil tindakan yang tepat, mereka [pelaku] didorong untuk menganiaya orang-orang Kristen.”
Orang Kristen hanya 2,3% dari populasi India dan Hindu terdiri dari sekitar 80%. Nasionalis Hindu mengklaim bahwa orang Kristen “memaksa” atau memberikan keuntungan finansial kepada orang Hindu yang mau masuk agama Kristen.
Menurut sebuah laporan oleh United Christian Forum, tahun 2021 adalah “tahun paling kejam” bagi penduduk Kristen di negara itu, yang mencatat setidaknya 486 insiden kekerasan penganiayaan tahun lalu.
UCF mengaitkan tingginya jumlah serangan dengan massa yang menargetkan orang Kristen, menyerang mereka secara brutal, dan kemudian mengajukan klaim palsu tentang pindah agama “ilegal”.
Polisi mendaftarkan pengaduan resmi hanya dalam 34 dari 486 kasus, menurut UCF.
“Seringkali slogan komunal disaksikan di luar kantor polisi, di mana polisi berdiri sebagai penonton bisu,” kata laporan UCF.
“Ekstremis Hindu percaya bahwa semua orang India harus beragama Hindu dan bahwa negara harus bebas dari agama Kristen dan Islam,” lembar fakta Open Doors menjelaskan. “Mereka menggunakan kekerasan ekstensif untuk mencapai tujuan ini, terutama menargetkan orang-orang Kristen dari latar belakang Hindu. Orang-orang Kristen dituduh mengikuti ‘kepercayaan asing’ dan disalahkan atas nasib buruk di komunitas mereka.”