Hidayatullah.com—Konferensi Dunia untuk Membela Turkestan Timur mengakhiri kegiatannya di Istanbul pada hari Ahad, 15 Juni 2022. Para peserta menganggap bahwa konferensi ini akan mewakili titik awal baru untuk definisi yang komprehensif dari masalah Turkestan Timur (Xinjiang), berdasarkan langkah-langkah praktis yang serius dan efektif, berdasarkan pada tanggung jawab Islam, kemanusiaan dan hukum.
Pertemuan internasional bertajuk “Konferensi Internasional dalam Membela Turkestan Timur”, berlangsung selama tiga hari dari 10-12 Juni 2022, di Istanbul Turkiye ini dihadiri cendekiawan, pemikir, politisi, anggota parlemen dan akademisi dari sekitar 40 negara, menegaskan bahwa partisipasi mereka dalam konferensi tersebut akan menjadi titik awal untuk memperkenalkan isu Turkestan Timur Muslim yang diduduki China sejak tahun 1949 di negara masing-masing.
Konferensi ini bertujuan untuk memperkenalkan secara komprehensif masalah Turkestan Timur sebagai salah satu masalah kemanusiaan terpenting di era ini.Sebuah studi dan konsultasi dilakukan untuk menghasilkan langkah-langkah praktis yang serius dan efektif, berdasarkan tanggung jawab Islam, kemanusiaan dan hukum, dimana setiap Pria dan wanita Muslim harus bergerak untuk melakukan apa yang dia bisa untuk membela saudara-saudara Muslimnya di Turkistan Timur.

Para peserta menyerukan kepatuhan penuh dan tanpa kompromi terhadap hak rakyat Turkistan atas kedaulatan atas tanah mereka, pemulihan hak mereka yang dicuri, dan penolakan mereka atas kejahatan agresi Tiongkok, kejahatan perang, dan genosida sistematis, dan mengecam kejahatan global. dan keheningan internasional serta membiarkan pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di Turkestan Timur.
Dalam pidatonya, Dr. Essam Al-Bashir, Wakil Presiden Persatuan Cendekiawan Muslim Internasional, menyerukan bersikap jujur dan bersatu dalam perkataan menghadapi musuh. Ia juga mengajak bersama-sama mengatasi perbedaan, dan bersatu membela kebenaran.
Sementara cendekiawan Turki, Dr. Ihsan an Ocak, mengatakan Islam akan kembali ke Turkestan, dengan terhormat. Ia mengutip surat Al-Qashas ayat 5, yang artinya, “Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi (Mesir) itu, dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi).”
Mantan anggota parlemen di Kuwait, Walid Al-Tabtabaei, mengatakan bahwa orang-orang Turkestan membela umat Islam dan menghadapi gerombolan Tatar dan mengalahkan mereka di Ain Jalut. Al-Tabtabaei menjelaskan bahwa “China, melalui propaganda kuat dan diplomasi “pinjaman dan vaksinasi”, berusaha menutupi kejahatan mereka terhadap Muslim, membungkam dunia Islam dan mempercantik citra buruknya.
Langkah praktis menolak kejahatan China
“Lebih dari empat puluh negara di seluruh dunia, hati mereka dipersatukan oleh keagungan kasih Allah, dan kata-kata mereka disatukan sebagai struktur yang kokoh untuk membela yang tertindas, dan sebagai tanggapan atas tangisan mereka yang tertindas, yang tersiksa, dan yang hilang secara paksa di penjara-penjara komunis Tiongkok yang brutal dan tidak adil,” demikian pernyataan sikap simposium.
Konferensi yang diluncurkan dengan slogan, “Bersama-sama untuk membela perjuangan Turkestan Timur” dinilai akan menjadi langkah pertama jalan perjuangan dan mengakhiri ketidakadilan Turkestan Timur oleh rezim Komunis China. “Selama beberapa dekade, untuk mencapai pemulihan tanah air dan negara mereka yang dicuri, sebagai hak murni yang dijamin oleh Islam, semua agama monoteistik dan perjanjian internasional.”
Simposium juga mengecam keras genosida dan berbagai kejahatan yang dilakukan oleh pemerintah China terhadap rakyat Turkestan Timur. Di antaranya; penjara dan penahanan kepada pria dan wanita yang tidak bersalah, yang menurut statistik PBB berjumlah sekitar 5 juta hingga 8 juta.
Simposium juga merinci berbagai kejahatan lain seperti; pernikahan paksa kepada wanita Muslim dengan China ateis, pengenaan sterilisasi paksa Integrasi sosial, pemerkosaan tahanan wanita dan anak di bawah umur, memisahkan putra dan putri dari keluarga mereka, mencegah kontak keluarga satu sama lain, termasuk yang berada di luar negeri, menghancurkan masjid atau mengubahnya menjadi diskotik dan museum, membakar Al-Qur’an dan buku-buku agama dan budaya, menodai kesucian Islam, memerangi segala sesuatu yang berhubungan dengan Islam seperti jilbab, dan memaksakan budaya China dengan paksaaan di sekolah, kursus dan berbagai kegiatan, dan mengaburkan/menyembunyikan kejahatan ini, China juga melarang organisasi HAM dan kemanusiaan, jurnalis dan aktivis mengakses informasi dan menyampaikan kebenaran.
Para peserta menghimbau kepada negara-negara dan pemerintah di dunia, serta berbagai organisasi, lembaga dan badan, terutama negara-negara Islam dan Organisasi Kerjasama Islam (OKI), untuk memperhatikan serius masalah Turkestan Timur dan menjadikannya sebagai bagian penting dari file inti mereka dalam pertemuan-pertemuan, konferensi dan konsultasi, untuk menekan rezim China.
Para peserta menyimpulkan perlunya mengadopsi metodologi yang efektif untuk mempublikasikan masalah Turkestan Timur. Peserta mendesak pemerintah dan organisasi untuk mengambil langkah-langkah praktis dan sikap serius untuk menolak praktik China terhadap Muslim Turkestan Timur, masing-masing sesuai dengan spesialisasinya.
Persatuan Cendekiawan Muslim Turkistan Timur yang menyelenggarakan acara ini menyerukan kepada komunitas Muslim untuk menghentikan genosida terhaap Muslim Uighur. Sebab menurutnya, melindungi dan mendukung Muslim Uighur, merupakan bagian dari ummah.*