Hidayatullah.com—Seorang siswa Muslim memperoleh peringkat kedua dalam Ujian PU di Karnataka, di Negara Bagian India, dimana gadis-gadis dilarang mengenakan hijab (jilbab) dilarang di lembaga pendidikan oleh pihak pemerintahan negara bagian. Pada tanggal 18 Juni, saat hasil Ujian PU Karnataka diumumkan, Ilham, seorang siswi Muslim, telah mencetak peringkat kedua negara bagian dalam aliran sains.
Ilham, siswa St Aloysius School, Mangalore, mendapatkan nilai 597 dari 600. Menyusul Ilham, rekan satu angkatannya, Anisha Mallya juga mencetak peringkat kedua secara keseluruhan di negara bagian itu, dengan nilai 595. .
“Saya sangat bersemangat. Saya memeriksa persentase saya yang 91,5%. Saya memberi tahu kerabat saya. Setelah beberapa waktu, saya mulai mendapat telepon dari sepupu saya yang mengatakan bahwa nama saya akan muncul di berita. Pada saat itu saya menyadari bahwa saya mendapat peringkat. Sampai saat itu saya tidak sadar,” kata perempuan yang ingin melanjutkan karier dalam psikologi klinis dikutip laman siasat.com.
Anisha mengatakan, prestasinya ini berkat bantuan dan dukungan guru-gurunya. “Saya telah mencapai prestasi ini dengan bantuan para guru dan mereka sangat mendukung,” kata remaja berjilbab yang berencana melanjutkan studi di perguruan tinggi yang sama.
Ilham mengatakan dia masih belum merasa meraih kesuksesannya. Ditanya ingin menjadi apa di masa depan, dia mengatakan dia tertarik untuk mengejar karir di bidang psikologi klinis.
Ayahnya, Mohammed Rafiq, adalah mantan karyawan IT dan sekarang sudah pensiun. Sedangkan ibu Ilham, Moizatul Kubra adalah seorang ibu rumah tangga.
Peristiwa ini merupakan sebuah ironi, dimana banyak gadis-gadis Muslim diintimidasi, dilecehkan karena mengenakan hijab di dalam sekolah dan kampus oleh negara. Pada Desember 2021, enam siswa Muslim yang mengenakan hijab dilarang bersekolah di Udupi, Karnataka.
Pihak manajemen sekolah menyatakan bahwa mereka tidak dapat memasuki gedung sekolah dengan mengenakan jilbab karena itu merupakan simbol agama. Polemik hijab di Karnta telah memicu perdebatan tentang praktik keagamaan di lembaga pendidikan.
Isu tersebut segera menyebar di sekolah-sekolah lain yang kemudian berkembang menjadi isu nasional. Pelajar Muslim perempuan yang mengenakan jilbab tidak diperbolehkan berada di lingkungan sekolah, bahkan tidak sedikit staf pengajar menghadapi beban berat dan banyak yang mengundurkan diri.*