Hidayatullah.com—Lebih dari 4.000 Muslim berkumpul untuk memprotes pembangunan patung terbesar di dunia, Dewi Kuan Yin di Gunung Khao Lon, di Provinsi Songkhla, Thailand selatan, 4 Agustus 2022 lalu. Umat Muslim dan pemimpin agama di distrik Thepha dan Chana di provinsi selatan ini telah menyuarakan penentangan mereka terhadap rencana Perusahaan Umum TPI Polene Power Plc (TPIPP), operator pembangkit listrik limbah-ke-energi yang berencana mendirikan patung Dewi China Guan Yin setinggi 200 meter di komunitas Muslim.
Presiden Komite Islam Provinsi Songkhla Sakkriya Bilsal bersama seorang imam dari berbagai masjid di provinsi tersebut termasuk di antara mereka yang menentang pembangunan patung Dewi Tiongkok tersebut. Dalam aksinya, para pengunjuk rasa membawa spanduk bertuliskan “Warga Jana-Thepa Tidak Menyambut TPIPP.”
Kuan Yin (juga ditulis Guanyin atau Kuan Im) adalah “Dewi Belas Kasih dan Kasih Sayang” yang banyak dipuju warga Tiongkok di perantauan, seorang bodhisattva populer yang dipuja oleh umat Buddha di Tiongkok, Tibet, Jepang, Korea, Thailand, Vietnam, dan beberapa gerakan Buddhis Barat. Muslim setempat percaya bahwa pembangunan patung itu “tidak dibangun dengan iman”, tapi karena movitasi investasi besar dalam proyek oleh TPIPP.
“Anda mungkin memiliki hak untuk membangun apa pun di tanah Anda, tetapi kami ingin Anda memikirkan rencananya… bagaimana hidup berdampingan dengan komunitas Muslim,” kata seorang pengunjuk rasa.
Buddhisme Thailand dipraktikkan oleh 95% populasi penduduk. Dengan kata lain, orang Thailand dapat memberi penghormatan kepada Buddha, memberikan persembahan kepada roh, dan memuja Kuan Yin – tanpa melihat keyakinan mereka sebagai hal yang bertentangan, menghujat, atau merasa perlu untuk menyatukan keyakinan ini ke dalam satu sistem.
Bagi umat Buddha Thailand, kehadiran infrastruktur dan karya seni dari berbagai agama di satu tempat adalah hal biasa. Karya seni dewa agama juga memainkan peran besar dalam agama populer Thailand, seperti yang dicontohkan di setiap kuil Buddha di negara ini.
Namun, agama Ibrahim seperti Kristen dan Islam menekankan pentingnya menyembah hanya satu Tuhan. Islam tidak mengizinkan penyembahan berhala, yaitu menyembah objek fisik seolah-olah itu adalah Tuhan.
Jadi, tidak mengherankan bahwa konsep patung Dewi Tiongkok setinggi 200 meter di kota Muslim mengecewakan Muslim monoteistik setempat.
Pengaruh China
Di sisi lain, sebuah laporan lain dari Prachatai English menemukan bahwa para aktivis muslim dan ulama lokal tidak memprotes rencana pembangunan tersebut karena kebencian agama, tetapi karena kekhawatiran bahwa patung itu akan membuka jalan bagi kawasan industri yang kontroversial dan membuka pintu bagi pengaruh investor China di wilayah tersebut.
Ketika tersiar kabar bahwa lebih dari 4.000 Muslim berkumpul di Provinsi Songkhla awal bulan ini untuk menentang rencana pembangunan patung Dewi Buddha yang besar, banyak warganet menganggapnya sebagai indikasi lain dari intoleransi kelompok Islam terhadap agama lain. “Satu-satunya agama yang bermasalah. Agama-agama lain selalu hidup berdampingan satu sama lain,” salah satu komentar teratas di halaman Facebook kantor berita Khaosod menyatakan. Komentar lain, yang menerima ribuan “Suka,” mengungkapkan sentimen serupa.
“Sekte paling egois di dunia,” tulis netizen. “Ekor mereka mulai terlihat. Apakah hanya masjid yang bisa mereka bangun?,” tanya yang lain.
Serangan secara cepat beredar melalui media social, dibanjiri uanggahan mengejek Muslim di distrik Thepa, terkadang menggunakan tangkapan layar yang tidak menyertakan teks lengkap laporan berita. Artikel tentang aksi protes juga beredar di grup Facebook yang didirikan oleh organisasi Buddhis garis keras yang didedikasikan “menentang pembangunan masjid baru di beberapa wilayah di Thailand.
“Ini adalah Thailand. Muslim hanyalah minoritas dari orang-orang yang tinggal di sini, namun mereka telah menjadi sombong dan membuat tuntutan yang melanggar hak-hak orang Thailand,” kata salah satu komentar di halaman Facebook milik kelompok radikal itu.
Jika umat Islam bisa menentang patung Buddha di Songkhla, umat Buddha juga berhak memblokir rencana pembangunan masjid di tempat lain, kata yang lain beralasan.
Abdusshakur, seorang ulama yang menjadi pelopok aksi ini mengatakan dia dan penyelenggara protes melihat serangan balik datang tetapi dirinya tidak berdaya untuk menghentikannya. “Kami tahu itu [protes] akan dipelintir sebagai alasan untuk menyerang kami setiap kali kami ingin membangun masjid baru. Itu akhirnya memberi makan Islamofobia,” kata ulama itu.
“Sebenarnya, kami tidak menentang keyakinan siapa pun. Tetapi kami tidak memiliki cara untuk mengomunikasikan ini kepada orang-orang yang membaca berita,” katanya.
Para pemimpin masyarakat setempat mengatakan tujuan mereka telah salah digambarkan di media dan banyak disalahpahami khalayak. Alih-alih menolak pemujaan Dewi Guan Yin, warga Muslim justru khawatir proyek tersebut merupakan upaya terselubung untuk memperbarui pembangunan kawasan industri Chana yang tidak populer, yang sebelumnya dihentikan oleh pemerintah.
Menurut salah satu ulama yang berpartisipasi dalam aksi protes, proyek patung itu dikelilingi oleh banyak kejanggalan dan pertanyaan tak terjawab yang meyakinkan Muslim setempat bahwa ada sesuatu yang salah. Antara lain, ia mencatat adanya prosedur terburu-buru untuk menyetujui konstruksi dan hubungan pemilik proyek dengan investor China.
“Kami menentangnya karena kami tidak tahu apakah ada agenda tersembunyi,” kata Abdusshakur Bin Shafi-e Dina, seorang ulama, yang mengkoordinir kampanye tersebut, kepada Prachatai English. “Kami menduga [proyek] tidak benar-benar didorong oleh iman tetapi sebenarnya mengeksploitasi iman sebagai penutup untuk membangun legitimasi.”
“Ini bukan hanya tentang zona industri Chana. Ini tentang uang China transisi yang mencoba mengambil alih seluruh negeri. Banyak proyek dan bisnis didanai dengan cara ini, baik yang legal maupun ilegal … banyak bisnis di wilayah selatan telah dibeli oleh investor China,” tambahnya.
Distrik Thepa, adalah daerah yang dikenal dengan komunitas Muslimnya yang besar. Patung yang diusulkan akan dibangun di sebelah sebuah resor di Pantai Sakom.
Dalam gambar satelit yang ditampilkan Google menunjukkan area tersebut samhat luas, di sebuah bukit yang telah dibersihkan, mungkin dalam persiapan pembangunan. TPIPP mengklaim, patung Dewi Guan Yin, secara luas dipuja sebagai ‘Dewi Welas Asih” oleh umat Buddha Thailand-Tiongkok, akan mendatangkan arus wisatawan dan pemuja dari banyak negara termasuk Tiongkok, dan membawa keuntungan finansial yang sangat besar bagi masyarakat setempat.
“Pembangunan Dewi Guan Yin akan menciptakan tengara yang meningkatkan pariwisata di wilayah selatan. Ini akan menarik wisatawan dari seluruh dunia dan membawa pembangunan ke provinsi perbatasan selatan,” kata eksekutif TPIPP Pakkapol Leopairut kepada MGR Online .
Seorang pejabat dari Central Islamic Committee of Thailand, menyuarakan kecurigaannya bahwa rencana pembangunan patung itu akan dimajukan meskipun ada penolakan. “Ketika umat Islam membangun masjid, harus ada komunitas Muslim di sana terlebih dahulu, karena masjid seperti jantung komunitas. Jika sebuah masjid dibangun tanpa komunitas yang mendukungnya, rasanya seperti jantung tanpa tubuh,” kata Wisut bin Lateh.
“Dengan prinsip yang sama, jika saudara-saudara kita dari agama lain ingin membangun objek kepercayaan mereka, komunitas yang memuja objek itu seharusnya sudah ada. Membangun (pemujaan) di area yang tidak ada pemuja dan menentangnya malah menunjukkan bahwa pembangunnya tidak benar-benar menghormati Sang Dewi dan mungkin memiliki beberapa agenda tersembunyi,” lanjutnya.
Abdusshakur, mengatakan bahwa alarm pertama kali dimunculkan pada bulan Juni ketika pemerintah kecamatan menyetujui rencana TPIPP untuk menaikkan patung pencakar langit tanpa terlebih dahulu berkonsultasi dengan masyarakat setempat.
Pada bulan yang sama, kata Abdusshakur, pihak berwenang setempat berusaha untuk mengubah pembatasan ketinggian dalam undang-undang zonasi wilayah sehingga patung itu dapat dibangun. Penduduk setempat yang menghubungi departemen perencanaan kota untuk penjelasan awal bulan ini terkejut mengetahui bahwa proyek tersebut disetujui sebelum amandemen zonasi dibuat.
“Bagaimana bisa pemerintah kecamatan menyetujui pembangunan jika undang-undang tidak mendukungnya?” tanyanya.
Penduduk setempat juga menghubungi Kantor Sheikh-ul-Islam, sebuah badan nasional yang mengawasi urusan Islam, untuk bantuan dalam mediasi. Kantor Sheikh-ul-Islam menanggapi dengan saran dari seorang akademisi Muslim terkenal, yang menyatakan keprihatinan bahwa proyek TPIPP akan berisiko memicu ketegangan agama di wilayah tersebut.
“Ini adalah rencana untuk membangun objek pemujaan yang tidak proporsional besar ketika mempertimbangkan ukuran populasi sebenarnya [yang mengikuti iman],” tulis Chaiwat Satha-Anand dalam sebuah komentar yang dilihat oleh Prachatai English.
Dia menyimpulkan, “Para kapitalis di balik proyek … pasti saling tertawa dan bertepuk tangan, karena mereka telah berhasil menggunakan agama untuk menabur perpecahan di antara bangsa kita,” tulisnya.*