Hidayatullah.com– Rumah sakit di China tampaknya dipenuhi pasien Covid-19 di tengah gelombang baru coronavirus yang melanda negara itu, kata Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Namun, anehnya beberapa pekan belakangan tidak satupun kematian Covid-19 dilaporkan oleh pemerintah China.
Kepala kedaruratan WHO Dr mengatakan ruang perawatan intensif tampak sangat sibuk meskipun para pejabat mengatakan infeksi Covid-19 di China “relatif rendah”.
Sejak 2020, China memberlakukan pembatasan kesehatan yang sangat ketat sebagai bagian dari kebijakan nol Covid. Namun, pemerintah mengakhiri sebagian besar pembatasan tersebut dua pekan lalu, setelah aksi protes merebak di sejumlah daerah, termasuk di pabrik pembuatan iPhone terbesar Foxconn.
Meski kasus infeksi di lapangan tampak meningkat, angka resmi menunjukkan hanya lima orang meninggal akibat Covid pada Selasa dan dua pada hari Senin. Tidak ada yang meninggal karena Covid pada hari Rabu (21/12/2022), menurut data resmi pemerintah.
Oleh karena itu, Dr Ryan mendesak China untuk memberikan informasi yang lebih akurat perihal penyebaran Covid-19.
Berbicara dalam konferensi pers mingguan di Jenewa, pimpinan WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan dia “sangat prihatin dengan situasi yang berkembang di China”.
Dia meminta data spesifik tentang tingkat keparahan penyakit, jumlah kedatangan pasien rumah sakit dan perawatan intensif.
Dr Ryan menegaskan bahwa vaksinasi merupakan jalan keluar dari wabah coronavirus, lansir BBC Kamis (22/12/2022).
Komentarnya itu dikemukakan ketika pemerintah Jerman mengumumkan pada hari Rabu bahwa mereka telah mengirimkan gelombang pertama vaksin Covid-19 buatan BioNTech ke China. Vaksin Jerman itu pada awalnya akan diberikan kepada para ekspatriat di China, yang diperkirakan sekitar 20.000 orang.
Itu adalah vaksin Covid-19 asing pertama yang dikirim ke China.
Bulan lalu saat berkunjung ke Beijing, Kanselir Olaf Scholz mendesak agar vaksin itu juga tersedia secara gratis bagi warga negara China.
China mengembangkan dan memproduksi sejumlah vaksin coronavirus sendiri, yang sejauh ini menunjukkan kurang efektif dalam melindungi orang dari infeksi serius dan kematian Covid dibandingkan vaksin mRNA yang digunakan di sebagian besar negara lain di dunia.*