Hidayatullah.com– Untuk kedua kalinya Pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi, tidak hadir di sidang Majelis Umum PBB di New York.
Pertemuan yang dihadiri oleh kepala negara akan diadakan minggu depan, tetapi Kementerian Luar Negeri Myanmar mengatakan Hadiah Nobel Perdamaian tidak akan pergi ke New York.
BBC mengatakan, Kementerian Luar Negeri Myanmar tidak menjelaskan mengapa Aung San Suu Kyi tidak hadir di New York dan malah mengirim pejabat lain.
Pada 2016, ia menjadi pemimpin sipil Myanmar pertama dalam 50 tahun untuk berbicara pada sidang Majelis Umum dengan menggambarkan Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai sumber inspirasi.
Tapi setahun kemudian, Aung San Suu Kyi absen setelah ia menghadapi kritik internasional sejak gelombang kekerasan kekerasan terhadap minoritas Muslim Rohing di negara bagian Rakhine pada akhir Agustus 2017.
Juru bicara pemerintah Myanmar, Aung Shin, mengatakan kepada kantor berita Reuters ketika dia berkata, “Dia tidak pernah takut pada kritik masyarakat internasional. Mungkin ada masalah lain yang lebih mendesak di negara ini.”
Sebagai pemimpin de facto, ia dituduh diam dan tidak mengutuk aksi militer Myanmar yang oleh PBB dituduh melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan dan genosida terhadap warga Muslim Rohingya.
PBB mengatakan apa yang terjadi terhadap warga Rohingya adalah “jelas-jelas pembersihan etnik”.
Temuan tim PBB
Para saksi mata menuturkan aparat keamanan membunuh, memperkosa, dan membakar desa-desa warga Rohingya.
Gelombang kekerasan memaksa ratusan ribu warga Rohingya menyelamatkan diri ke negara tetangga Bangladesh.
Jumlah pengungsi Rohingya di Bangladesh diperkirakan mencapai setidaknya 700.000 orang.
Tim investigasi PBB yang dipimpin mantan jaksa agung Indonesia, Marzuki Darusman, merekomendasikan agar jenderal-jenderal Myanmar diajukan ke mahkamah internasional.
Kekerasan pecah setelah milisi Rohingya menyerang pos-pos polisi di Rakhine menewaskan 12 aparat keamanan.
Baca: Status Kehormatan Freedom of Oxford Aung San Suu Kyi Dilucuti
Militer kemudian menggelar operasi dengan dalih menumpas teroris.
Sejak awal militer membantah telah melakukan pembunuhan terhadap warga Rohingya dan pemerintah menyebut masyarakat internasional mencampuri urusan dalam negeri Myanmar.
Diamnya Aung San Suu Kyi membuat banyak kalangan mendesak supaya Nobel Perdamian untuk dirinya dicabut meski Komite Nobel sudah menegaskan hadiah tersebut tidak akan dibatalkan.
Sejumlah organisasi dan kota telah mencabut atau membongkar tanda penghargaan untuk Aung San Suu Kyi.*