Lembaga Konsumen Media (LKM), sebuah lembaga pengawas media massa asal Surabaya Jawa Timur, kemarin mengeluarkan sikap kerasnya sehubungan dengan berbagai liputan media massa, terutama televisi yang begitu gencar membela para penyanyi erotisme yang belakangan menjadi polemik banyak orang. Melalui press release-nya yang dikirim ke redaksi Hidayatullah.com tanggal 5, kemarin, Direktur LKM, Syirikit Syah menyampaikan 11 poin yang berisi saran, kritik dan kecaman. LKM menganggap semua suara pembenar (kelompok pro-erotisme) sebagai mana dimuat dibeberapa televisi belum tentu menyuarakan suara mayoritas rakyat Indonesia. Sejumlah besar konsumen media, menurut LKM, tidaklah terwakili suaranya. LKM juga menganggap soal selera yang selama ini dijadikan media sebagai alasan dikampanyekannya erotisme adalah persoalan pribadi; sedangkan norma agama, hukum, kepatutan, dan nilai-nilai lain yang tumbuh di masyarakat adalah persoalan publik yang sudah diakui dan di sepakati bersama. Menurut Syirikit, secara agama –setidaknya Islam–, goyangan erotisme para penyayi dangdut yang belakangan ditiru banyak penyanyi dangdut lainnya, jelas telah melanggar batas . Sebab, secara norma adat istiadat dan kepatutan, bangsa Indonesia menganggap tidak sopan, pantat atau pinggul di suguhkan di muka penonton. Syirikit juga menambahkan, ada banyak hal yang lebi tabu seperti tindakan korupsi oleh pejabat, namun kesalahan yang lain tak membuat kesalahan yang satu dianggap tidak apa-apa, yang perlu mendapatkan perhatian lebih. LKM memandang tidak relevan tudingan-tudingan terhadap para penolak goyang erotis dengan sebutan pelanggar HAM, pelanggar hak ekonomi, penindasan kaum marginal, melakukan kekerasan terhadap perempuan, memasung kebebasan berekspresi, ataupun alasan penganiayaan secara psikologis. Sebab kenyataannya, tidak ada hak asasi penyanyi erotis yang dilanggar, apalagi penyanyi xxx (asal Pasuruan Jatim). Tanpa goyang di televisi ekonominya tidak terancam. Syirikit menganggap banyak kelompok marginal yang lebih patut diperjuangkan, yang jeritannya tidak kita dengar (TV). Menanggapi goyang erotisme yang belakangan dipandang sebagai kebebasan berekspresi, Syirikit memandang kebebasan juga ada batasnya. Menurutnya, bila tidak dibatasi, adegan cium, adegan ranjang, perempuan setengah telanjang akan marak di televisi kita, termasuk caci maki antara tokoh agama politik, dan etnis yang berbeda atas nama kebebasan berekspresi. Inul sama sekali bukan korban penganiayaan psikologis. LKM meminta semua, terutama televisi mau menghormati hukum. Sebab tayangan goyang erotisme di televisi dapat dianggap melanggar UU Penyiaran Pasal 35ayat 1,3, 5, 6. Dalam pernyataannya, LKM mengajak semua tokoh elit yang dipercaya media massa dan dipercaya publik untuk tidak ikut arus tereksploitasi oleh pihak-pihak yang mengambil keuntungan dari konflik ini,dan lebih mencurahkan perhatian kepada hal-hal yang lebih signifikan bagi kemaslahatan rakyat Indonesia. Dalam pesan terakhirnya, LKM uga mengajak masyarakat untuk menyadari bahwa; kebenaran tidak ditentukan oleh jumlah besar pendukung atau nama-nama besar pendukung. (Sebagaimana halnya media televisi yang belakangan telah memaksakan kehendak dengan mewawancarai para pendukurng erotisme), Sirikit juga meminta, agar kesenian hendaknya tidak tunduk pada kapitalisme berwajah industri televisi swasta. (Cha)