Hidayatullah.com– Pemerintah Korea berkeinginan untuk mendirikan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) dan Laboratorium Halal di Indonesia. Proses pendiriannya bekerja sama dengan lembaga keagamaan di Indonesia.
Keinginan ini terungkap dalam pertemuan antara delegasi Korea Testing Laboratory (KTL) asal Korea Selatan dengan Kepala Pusat Kerjasama dan Standardisasi Nifasri di kantor BPJPH, Jakarta.
“Pada prinsipnya BPJPH mendukung rencana pendirian LPH sepanjang sesuai dengan persyaratan,” ujar Nifasri, Rabu (08/11/2017) lansir Kementerian Agama.
Menurutnya, UU No 33 Tahun 2014 pasal 12 huruf (1) menyebutkan, Pemerintah dan/atau masyarakat dapat mendirikan LPH.
Sementara pasal 13 menyebutkan, syarat pendidiran LPH adalah memiliki kantor sendiri dan perlengkapannya, memiliki akreditasi dari BPJPH, dan memiliki auditor halal paling sedikit tiga orang.
Selain itu, LPH juga harus memiliki laboratorium atau kesepakatan kerja sama dengan lembaga lain yang memiliki laboratorium. Nifasri menambahkan, masih diperlukan pembicaraan lebih lanjut untuk merealisasikan kerja sama BPJPH dengan KTL tersebut.
KTL berkunjung ke BPJPH untuk berkonsultasi terkait rencana pendirian LPH di Kawasan Jakarta Industrial Estate Pulogadung (JIEP) dengan lab yang diakui oleh Pemerintah Korea. Kedatangan delegasi Korea didampingi oleh Ketua Yayasan Produk Halal Indonesia (YPHI) M Yanis Musdja.
Direktur KTL Park Jungwon menjelaskan, KTL merupakan kumpulan laboratorium di Korea yang mendapatkan lisensi dari Pemerintah Korea untuk melaksanakan sertifikasi. KTL sudah diakui sejak lebih dari 51 tahun.
Korea tertarik untuk bekerja sama mendirikan LPH sekaligus membangun laboratorium karena potensi pasar halal di Indonesia yang terus meningkat. Di Korea, perhatian Pemerintah terhadap masalah halal katanya makin meningkat karena makin banyaknya warga Muslim di Korea.
Baca: Standar Halal MUI Sudah Diadopsi Lebih 30 Negara Dunia
Yanis Musdja menjelaskan, yayasannya sudah bekerja sama dengan Korea sejak tahun 2015 dalam pengembangan produk halal. Pihaknya menggandeng KTL dengan harapan bisa menyediakan lab yang canggih yang mampu mendeteksi apakah produk daging disembelih dengan asma Allah atau tidak.
“Teknologi semacam ini sudah tersedia di Spanyol, namun harganya sangat mahal,” kata Yanis Musdja.
“Dengan menggandeng KTL, saya berharap Indonesia kelak memiliki lab canggih yang mampu mendeteksi penyembelihan hewan secara syariah,” tandasnya.*