Hidayatullah.com–Seorang pakar geologi Australia, Profesor Ray Cas dari Shool of Geosciences di Monash University memperingatkan bahwa Indonesia dapat menghadapi suatu letusan ‘gunung berapi yang amat dahsyat (super volcano)’ yang akan melebihi semua bencana sebelumnya. Menurut Profesor Ray Cas, ledakan gunung berapi paling besar (super volcano) di dunia itu adalah di dasar Danau Toba di Sumatera, yang merupakan lokasi dua gempa bumi besar baru-baru ini.
Toba, kata Cas, terakhir kali meletus sekitar 73 ribu tahun silam. Letusannya amat luar biasa sehingga mengubah iklim dunia saat itu. ”Letusannya mengibatkan hujan debu dan batu hingga 1.000 kubik kilometer ke atmosfir. Akibatnya, sinar matahari jadi terhalang masuk ke bumi dan menyebabkan bumi seolah kembali ke zaman es,” katanya.
”Letusannya hanya bisa ditandingin oleh asteroid raksasa yang menghantam bumi,” tambah cas.
Toba bisa begitu karena di bawahnya ada jalur patahan gempa yang berwujud seperti garis tengah Sumatera.
Kapan letusan maha dahsyat itu bakal terjadi? ”Yang pasti, ia akan terjadi. Mungkin kurang dari 50 tahun, atau mungkin 1.000 tahun lagi. Pokoknya, ia akan meletus,” sahut Cas.
Tapi soal gempa dasyat itu nampaknya tak hanya di Toba. Di negara lain pun bibit-bibit gunung berapi raksasa sudah banyak ditemukan. Mulai dari Itali, Amerika Selatan, Amerika Serikat, sampai Selandia Baru. Saat ini yang sudah matang dan siap beraksi adalah Gunung Taupo di Selandia Baru.
”Taupo punya siklus letusan 2.000 tahun sekali, dan tepat 2.000 tahun yang lalu ia sudah meletus,” kata Cas, mengisyaratkan Gunung Taupo bakal meletus dahsyat tahun ini juga.
Letusan aneka gunung berapi itu, lanjut Cas, bisa menewaskan ratusan ribu dan bahkan mungkin juta orang. Juga ia akan membawa dampak serius bagi iklam, cuaca, dan produksi pangan.
‘Sayangnya, kata Cas, ”gunung-gunung yang berpotensi meletus itu sekarang justru tidak di monitor dengan serius atau selayaknya. Kita mestinya belajar dari pengalaman buruk gempa dan tsunami di Aceh
Diseminarkan
Tapi Kasubdit Mitigasi Bencana Geologi Direktorat Vulkanologi dan Mitiagasi Bencana Geologi (DVMBG) Dr. Surono menyesalkan pernyataan Prof Ray Cas tersebut. "Pernyataan itu tidak bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah karena sebelumnya harus dilakukan pengecekan unsur batuan dan batuan hasil letusan," ungkapnya di Bandung.
Dr Surono menambahkan, pakar dari Australia itu harus mengecek gejala kepada instansi terkait apakah ada kegiatan di Danau Toba yang kemudian diseminarkan sebelum diberitahukan kepada publik. Dia menyebutkan bilamana belum diuji secara ilmiah, maka akan berpengaruh kepada psikis masyarakat setempat untuk mengungsi ke tempat aman akibat informasi yang dikeluarkan tersebut.
Menurut dia, pakar Australia itu dalam melakukan analisa hanya dari sisi statistik saja atau baru sampai pada tahap tingkat kerawanan dan belum sampai ke tingkat peramalan. Kendati demikian dia membenarkan jika Danau Toba terbentuk akibat adanya erupsi vulkanik yang berlangsung ribuan tahun silam namun keberadaannya sendiri tidak dimasukkan dalam klasifikasi gunung api yang aktif.
Sebelumnya Cas mengatakan kepada pers Australia bahwa (Danau) Toba terletak di lintasan yang berada tepat di tengah pulau Sumatera –-di mana menurut para ahli seismologi bahwa gempa ketiga kemungkinan dapat terjadi di sini, setelah terjadi gempa bumi berkekuatan 9,0 skala Richter 26 Desember lalu dan 28 Maret yang berkekuatan 8,7 skala Richter. Kedua gempa bumi yang terjadi di sepanjang patahan (faultline) itu berada di pantai barat Sumatera dan telah menciptakan tekanan seismologis yang dapat mempercepat letusan. (afp/wpd)