Senin, 29 Agustus 2005
Hidayatullah.com—Dr. Nurcholis Madjid tutup usia pada hari Senin (29/8), pukul 14.05 WIB di Rumah Sakit Pondok Indah, Jakarta Selatan. Nurcholis meninggal dunia akibat penyakit hati yang dideritanya sejak lama. Jenazah kini disemayamkan di Universitas Paramadina Jalan Gatot Subroto, Jaksel. Rencananya, pemakaman akan dilaksanakan besok di Taman Makam Pahlawan Kalibata.
Sebelum meninggal Nurcholis dirawat di Rumah Sakit Pondok Indah sejak 15 Agustus lalu. Cak Nur, demikian dia akrab dipanggil, menjalani operasi transplantasi hati di Guangdong, Cina.
Sebelumnya, Nurcholis juga sempat dirawat di National University Hospital, Singapura.
Sebelumnya, Rabu, (25/8) malam, kondisi Nurcholish memburuk hingga harus dilarikan dari ruang ICCU ke ruangan VVIP RS Pondok Indah, Jakarta Selatan. Ketika itu, Nurcholish dikabarkan masih sadar dan mengenali orang-orang di sekitarnya.
Kilas Balik Cak Nur
Nurcholish lahir di Jombang Jawa Timur. Saat kecil, ia pernah bercita-cita menjadi masinis kereta api. Lulus dari KMI (Kulliyatul Mu`allimin al-Islamiyyah) pondok Pesantren Darus Salam di Gontor, Ponorogo, Nurcholis kuliah di Institut Agama Islam Negeri Syarif Hidayatullah di Jakarta dengan meraih gela sarjana Sastra Arab (1968). Nurcholis kemudian mengambil gelar doktor filsafat dari Universitas Chicago di Chicago, Amerika Serikat (1984).
Semasa hidup
Nurcholis dikenal sebagai salah satu orang yang terdepan dalam
mengemukakan gagasan sekularisasi dan liberalisme di Indonesia.
Pada bulan Januari 1970, dalam diskusi yang diadakan oleh HMI, PII, GPI, dan Persami, di Menteng Raya 58, Nurcholis sempat menyampaikan makalah berjudul “Keharusan Pembaharuan Pemikiran Islam dan Masalah Integrasi Umat”.
Kala itu ia menulis, “… dengan sekularisasi tidaklah dimaksudkan penerapan sekularisme dan merobah kaum muslimin menjadi kaum sekularis. Tapi dimaksudkan untuk menduniakan nilai-nilai yang sudah semestinya bersifat duniawi dan melepaskan ummat Islam dari kecenderungan untuk mengukhrowikannya.”
Pernyataannya yang paling menggegerkan adalah tatkala mengemukakan slogan “Islam Yes Partai Islam No", awal 1970-an yang dianggap banyak orang menggembosi partai-partai Islam.
Greg Barton juga menyebut peran Nurcholis Madjid sangat sentral dalam gerakan kaum neo-modernis pada akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an. Gerakannya itu mendapat sebutan berbagai nama, seperti “Pembaruan Pemikiran Islam", dan “liberal." (cha, berbagai sumber)