Rabu, 30 November 2005
Hidayatullah.com—Analisa ini bukan isapan jempol. Sebab ini berdasarkan pernyataan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Syamsir Siregar sebagaimana dalam raker Komisi I DPR RI dengan jajaran Menko Polhukam di Gedung MPR/DPR, Jalan Gatot Soebroto, Jakarta, Senin (28/11) kemarin.
Dalam raker itu, Syamsir Siregar menyampaikan rencanya untuk penyusupan pada gerakan-gerakan Islam dengan cara melakukan penyusupan internal. Kalau perlu membuat konflik dari dalam.
"Kita melakukan penetrasi kepada kelompok-kelompok Islam radikal dengan cara melakukan penyusupan internal untuk membuat konflik," ungkap Syamsir.
Penyusupan itu, menurutnya merupakan salah satu strategi BIN dalam melumpuhkan jaringan terorisme di dalam negeri.
Menurut Syamsir, BIN memiliki enam strategi untuk mewujudkan hal itu, yakni penguatan supremasi hukum dengan membentuk UU Anti Terorisme, independensi dari intervensi asing, koordinasi dengan komunitas intelijen lainnya, penguatan demokrasi, partisipasi masyarakat, dan indiskriminasi yang mengarah pada SARA.
Dari enam strategi itu, kata Syamsir, BIN akan meningkatkan strategi koordinasi dengan komunitas intelijen dengan mengikutsertakan dai yang moderat dalam sosialisasi pemahaman agama, menyebarkan buku-buku Islam yang benar dan penetrasi terhadap kelompok Islam radikal tadi.
BIN juga akan menjalin kerjasama dengan intelijen asing dan mengirimkan agennya untuk mengikuti pendidikan intelijen di negara sahabat. Namun negara mana yang dituju, Syamsir tidak bersedia menjawab.
Meski Syamsir tak menyebut kelompok mana yang sudah diincar BIN, namun bisa jadi semua gerakan dan organisasi Islam akan mengalaminya. "Itu rahasia kami, nggak usahlah kalian tahu. Kalau tahu bukan intelijen lagi nanti," kata dia kepada pers.
***
Soal susup-menyusup ini memang bukan hal baru dalam sejarah Islam di Indonesia. Sebelumnya, kebijakan politik kooptasi, konspirasi dan kolaborasi rekayasa intelejen pernah diterapkan pada gerakan NII sejak tahun 70-an yang berlanjut hingga kini.
Melalui cara kooptasi, Ali Murtopo, direkrekrutlah nama Danu Moh. Hasan (mantan panglima divisi gerakan DI-TII) yang kemudian dikaryakan di lembaga formal Bakin di Jalan Raden Saleh 24 Jakarta Pusat.
Gerakan pembusukan dalam tubuh gerakan-gerakan Islam juga terjadi terbongkarnya kasus “Komando Jihad” (Komji) di Jawa Timur pada tahun 1977.
Tahun 1981 BAKIN diduga sukses menyusupkan salah satu anggota kehormatan intelnya (berbasis Yon Armed) bernama Najamuddin, ke dalam gerakan Jama’ah Imran yang kemudian melahir kasus “Imran”. Juga kasus-kasus rekayasa kejam intel seperti kasus “Woyla”
Nah, mulai saat ini bersiap-siaplah. Siapa tau tamu tak dikenal akan datang dan menyusup ke lembaga anda!. (Analisa oleh Cholis Akbar/hidayatullah.com)