Hidayatullah.com–Pengesahan Undang Undang Perbankan Syariah baru lalu, ikut berpengaruh pada keberadaan Peraturan Bank Indonesia, terkait bank bersistem Islam tersebut. Untuk itu, dalam waktu dekat Bank Indonesia (BI) memastikan akan melakukan revisi terhada 20 Peraturan Bank Indonesia (PBI), menyangkut perbankan syariah.
"Salah satu PBI yang direvisi, yaitu tentang aset perbankan syariah," jelas Direktur Direktorat Perbankan Syariah BI, Ramzi A Zuhdi, usai menghadiri pendirian International Center for Development in Islamic Finance (ICDIF) di Jakarta, pekan lalu.
Selain itu ia menambahkan, BI juga memproyeksi aset perbankan syariah akan mencapai Rp50 triliun akhir tahun ini. Revisi terhadap 20 PBI itu berdasarkan UU akan dilakukan paling lama satu tahun.
Dikatakan, selain soal aset perbankan syariah, salah satu PBI yang akan direvisi, yaitu yang mengatur mengenai diperbolehkannya penggunaan nama syariah secara bebas oleh Bank Umum Syariah (BUS). Dalam PBI lama, BUS wajib menggunakan nama syariah terlebih dahulu sebelum nama bank.
"Dalam revisi, penggunaannya bisa di depan atau di belakang. Misalnya Bank Mega Syariah atau Bank Syariah Mega," ujarnya
Dalam hal ini Ramzi yakin, revisi 20 PBI terkait perbankan syariah bisa rampung dalam setahun. Revisi lainnya, BI akan memasukkan ketentuan kewajiban unit usaha syariah dipisah dan berdiri sendiri sebagai BUS.
Maksudnya, usai UUS itu memiliki aset 50 persen dari aset bank induk konvensional atau telah beroperasi selama 15 tahun. Revisi PBI ini menyesuaikan, adanya ketentuan serupa dalam UU Perbankan Syariah.
Berdasarkan UU Perbankan Syariah yang baru, menurut Ramzi, BI diwajibkan segera membentuk komite perbankan syariah. Komite ini bertugas untuk menjabarkan fatwa perbankan syariah yang diterbitkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI).
Menurut Ramzi saat ini, BI sebetulnya telah memiliki komite ahli perbankan syariah yang terdiri dari sembilan ulama, pakar, dan praktisi syariah. Di antaranya adalah Ketua Umum DSN-MUI KH Ma'ruf Amin, Nasarudin Umar, Quraish Shihab dan Sekjen Masyarakat Ekonomi Syariah, Syakir Sula. "Karena itu, kita berencana mengusulkan ke dewan gubernur agar komite ahli ini langsung saja di-swith menjadi komite perbankan syariah," kata Ramzi.
Sementara itu, mengenai PBI yang melarang bank syariah memperjualbelikan obligasi syariah (sukuk) ijarah yang dibeli hingga jatuh tempo, BI berencana bertemu dengan DSN MUI. Pertemuan itu bertujuan meminta fatwa atau penjelasan mengenai boleh tidaknya bank syariah memperjualbelikan sukuk dengan akad ijarah.
"Bila sukuk dengan akad mudarabah (bagi hasil), jual beli tidak masalah karena seperti jual-beli saham. Tapi, kalau dengan akad ijarah, jadinya seperti obligasi konvensional dengan bunga bank atau fixed income karena menggunakan pola diskonto," ujarnya.
Mengenai aset bank syariah akhir tahun ini, menurut Ramzi, BI memproyeksi aset industri tanpa bunga itu akan mencapai nilai Rp50 triliun akhir tahun ini. Berdasarkan pengkajian BI, tingkat pertumbuhan bisnis perbankan syariah saat ini mencapai 40 persen. Karena itu, jika dipertahankan, tidak mustahil aset bank syariah bisa mencapai Rp50 triliun akhir tahun ini.
"Revisi PBI tentang perbankan syariah, yang berkaitan dengan aset ini nantinya harus diikuti oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM), agar pelaksanaannya sesuai dengan keinginan UU Perbankan Syariah," tambah Ramz. [htb/hidayatullah.com]