Hidayatullah.com— Setelah melewati masa persidangan yang digelar secara marathon, uji materiil Undang-Undang Nomor 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penodaan Agama (UU Penodaan Agama), Mahkamah Konstitusi (MK) akan segera memberikan vonis atas perkara tersebut. Menurut rencana, sembilan orang hakim MK akan membacakan putusan perkara uji materiil UU Penodaan Agama pada sidang yang dijadwalkan digelar pada Senin (19/4) pukul 14.00 WIB.
Terkait vonis yang akan dibacakan tersebut, Ketua MK, Moh. Mahfud MD, dalam siaran pers yang ditandatangani pada Kamis (15/4) menegaskan bahwa MK memutus dengan independen, tak terpengaruh oleh tekanan atau opini publik yang berkembang di luar sidang-sidang MK.
“MK tak pernah bisa ditekan oleh kelompok apa pun dan dengan cara unjuk rasa yang bagaimanapun. MK hanya mendasarkan diri pada ketentuan UUD 1945 dan fakta hukum yang muncul di persidangan,” tegas Mahfud.
Menurut Mahfud, putusan MK dibuat bukan berdasarkan pihak mana yang mendapat dukungan lebih banyak atau pihak mana yang tidak mendapat dukungan. MK hanya membuat putusan hukum yang dasarnya adalah logika konstitusi dan hukum.
“UUD 1945 telah mengatur dengan rinci dan ketat mengenai perlinduangan HAM dan itulah tolok ukur utama dalam pembuatan putusan MK. Putusan yang didasarkan pada besar/kecilnya dukungan itu adalah putusan politik,” imbuhnya.
Selain itu, tambah Mahfud, dalam membuat putusan MK juga tidak terikat pada pandangan-pandangan teoretis atau pendapat ahli dan pengalaman di negara lain.
Menurutnya, pandangan ahli, teori konstitusi, dan pengalaman negara lain hanya sebagai sumber pembanding dan bukan sumber penentu. Sumber penentunya adalah UUD 1945 yang tafsir-tafsirnya memang bisa saja ditemukan dalam pendapat Ahli atau teori-teori.
“Pendapat ahli atau teori itu tak mengikat, sebab meskipun baik belum tentu dianut di dalam UUD 1945,” jelas pria yang juga guru besar hukum tata negara ini.
Begitu juga, Mahfud meyakinkan bahwa dalam membuat putusan, MK tidak mendasarkannya pada ayat-ayat agama, melainkan berdasar ayat-ayat konstitusi yang berlaku di Indonesia. MK juga berprinsip bahwa hak dan kebebasan beragama adalah hak asasi yang tidak boleh diganggu ataupun saling mengganggu.
MK akan membacakan putusan secara terbuka dengan memasang 34 jaringan kamera conference yang tersebar di beberapa tempat di Tanah Air.
Menurut Mahfud, putusan MK juga tidak akan terpengaruh dengan berbagai unjuk rasa serta opini publik. Apa pun keputusannya akan tetap menjadi pro dan kontra
“Dengan cara menjawab semua isu itu, saya yakin putusan MK bisa dipahami dan dapat menyelesaikan pro dan kontra,” tandasnya. [mk/cha/hidayatullah.com]