Hidayatullah. com–Peneliti asal Cambridge University, Dr Julia Howell mempertanyakan sikap Muhammadiyah yang mendukung keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk tidak menghapus UU No. 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan Dan/atau Penodaan Agama.
Julia tidak paham, kenapa Muhammadiyah bisa bersikap seperti demikian. Pasalnya, menurutnya, selama ini Muhammadiyah di dunia internasional terkesan mendukung Hak Asasi Manusia (HAM).
“Saya tidak tahu kenapa Muhammadiyah bersikap begitu,” ujar Julia.
Tidak hanya itu, menurutnya, selama ini Muhammadiyah aktif di forum dialog antaragama di dunia intenasional. Hal ini menandakan bahwa Muhammadiyah sepakat dengan HAM dan pluralisme.
“Mestinya, jika mendukung HAM, maka setidaknya Muhammadiyah harus setuju penghapusan UU tersebut,” teranya usai jadi pembicara diskusi “Masa Depan Muhammadiyah” di Media Center Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (6/7) sore.
Namun, faktanya Muhammadiyah mendukung keputusan MK. Apa yang dilakukan Muhammadiyah menurutnya tidak baik bagi perkembangan pluralisme di Indonesia yang memiliki sejumlah agama.
Namun pendapat ini dibantah Ketua Majelis Tabligh dan Dakwah Khusus PP Muhammadiyah H.M. Syukriyanto AR.
Syukriyanto menyangkal pendapat Julian. Syukriyanto memahami, Julian tak paham masalah. Penolakan Muhammadiyah bukan berarti tak sepakat HAM. Karena HAM juga memerlukan aturan. Menurutnya, jika ingin hidup damai, maka harus ada aturan, termasuk hidup dalam beragama. Dan, UU tersebut adalah aturan agar tidak terjadi aksi penodaan agama yang berujung pada konflik.
Muhammadiyah sendiri menurutnya telah sepakat bahwa agama Islam-lah yang paling benar.
“Memang ada banyak agama. Tapi, Muhammadiyah yakin jika Islam adalah agama yang paling benar,” ujarnya ketika dihubungi hidayatullah.com secara terpisah Selasa (6/7) malam tadi.
Lebih jelas, menurutnya, Islam memang tidak menampik adanya pluralitas agama. Atau ada agama lain selain Islam. [ans/hidayatullah.com]