Hidayatullah.com– Anggota DPD RI Fahira Idris mendesak penyelenggara Pemilu dan pemangku kebijakan terkait agar memeriksa kembali Daftar Pemilih Tetap (DPT) agar betul-betul tidak ada warga negara asing (WNA) yang masuk dalam DPT Pemilu 2019.
Pemeriksaan kembali ini dinilai perlu karena persoalan ini sangat sensitif. Berbagai pihak terkait pun mesti saling berkoordinasi dengan baik, tanpa saling menyalahkan.
“Mumpung hari pencoblosan masih hitungan bulan, penyelenggara dan stakeholder pemilu terutama KPU harus memeriksa ulang DPT untuk memastikan WNA yang mempunyai e-KTP tidak terdaftar di DPT untuk mencegah ekses-ekses negatif, karena isu ini sangat sensitif. Semua stakeholder pemilu saling bekerja sama, tidak perlu saling menyalahkan. Kita semua berkepentingan agar pemilu ini berjalan dengan baik,” ujar Fahira kepada hidayatullah.com dalam pernyataannya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (27/02/2019).
Fahira mengatakan, walau KPU sudah menegaskan bahwa e-KTP atau KTP elektrnoik yang diperoleh tenaga kerja asing (TKA) China di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, tidak masuk Daftar Pemilih Tetap (DPT), tetapi demi kondusifitas gelaran Pemilu 2019, KPU dan Bawaslu, Kemendagri, kedua tim sukses capres/cawapres dan stakeholder pemilu lainnya terutama di daerah, untuk saling berkoordinasi dan bahu membahu.
Hal itu memastikan bahwa DPT bersih dari identitas-identitas yang menurut aturan dan undang-undang tidak mempunyai hak pilih. Hal ini dinilai penting agar pada saat pemungutan suara di TPS pada 17 April 2019 nanti berjalan baik.
Selain itu, kata Fahira, sedapat mungkin dibuat formulasi agar TPS dijadikan saringan yang ‘ampuh’ untuk mencegah orang-orang yang tidak berhak memilih ikut mencoblos.
Oleh karena itu, lanjutnya, harus ada persepsi, pandangan dan kesatuan sikap serta komitmen yang sama mulai dari KPPS, Pengawas TPS, hingga saksi untuk tegas menolak jika ada pihak-pihak yang memaksa ikut mencoblos padahal secara administratif dan sesuai undang-undang serta Peraturan KPU mereka tidak mempunyai hak pilih.
“TPS bisa menjadi saringan yang ‘ampuh’ untuk mencegah orang-orang yang tidak mempunyai hak pilih ikut mencoblos. Oleh karena itu, perkuat kapasitas semua perangkat yang bertugas di TPS mulai dari KPPS, Pengawas TPS, dan saksi agar satu persepsi saat menghadapi berbagai kondisi yang terjadi di TPS,” saran Fahira.
Fahira meyakini, jika semua perangkat yang ada di TPS memiliki pemahaman yang sama terkait aturan siapa yang berhak memilih dan mampu bersikap tegas, maka pada 17 April nanti, surat suara hanya akan dicoblos oleh warga negara Indonesia yang mempunyai hak pilih saja.
“Warga juga sangat diharapkan partisipasinya ikut mengawasi dan menjaga kondusivitas di TPS-nya masing-masing para 17 April nanti. Jika ada hal yang dianggap tidak sesuai, laporkan secara baik-baik kepada pihak yang berwenang. Karena keberhasilan pemilu ini artinya keberhasilan kita juga, rakyat Indonesia,” ujar Senator Jakarta ini.
Baca: PKS Temukan 6,3 Juta Potensi Pemilih Ganda di DPT Pemilu 2019
Sebelumnya, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Cianjur, Jawa Barat, menemukan Tenaga Kerja Asing (TKA) memiliki KTP eletronik (KTP-e/e-KTP) saat melakukan sidak ke sejumlah perusahaan beberapa waktu lalu.
Kepala Disnakertrans Cianjur Dwi Ambar Wahyuningtyas pada wartawan, Jumat (22/02/2019), mengatakan KTP-e yang di kantongi TKA tersebut berasal dari Disdukcapil Cianjur, tepatnya sebagai warga Kelurahan Muka.
Kementerian Dalam Negeri RI membenarkan adanya warga negara asing yang memiliki KTP-el di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.