Hidayatullah.com–Disharmoni keluarga sangat berkonstribusi besar terhadap terjadinya praktek-praktek kehidupan eksploitatif pada anak. Sehingga pemerintah diharapkan kelak dapat meluncurkan program ketahanan keluarga yang berkelanjutan. Dalam pada itu, dimungkinkan akan ada keteraturan dan harmonisasi yang terbangun dalam keluarga.
Menurut Direktur Eksekutif LSM Penanggulangan Pekerja Anak (JARAK), Achmad Marzuki, ada keluarga yang memang aset yang dimilikinya hanya anak, tidak ada yang lain.
“Sawah tidak punya, rumah gak punya, yang lain gak punya. Cuma punya anak, ya anak itulah yg dikomoditikan,” kata Achmad, kepada Hidayatullah.com, Jum’at (30/07).
Itulah sebabnya mengapa, kata Acmad, program ketahanan keluarga ini begitu penting. Hal tersbeut terutama untuk menyadarkan keluarga tentang pentingnya membina keluarga dan mampu bermandiri dalam posisi dan keadaan bagaimana pun.
Sebab beberapa kasus misalnya, karena problem sosialnya, orang tua sendiri yang mengantar anaknya ke tempat pelacuran. Orang tuanya sendiri yg mengambil hasilnya tiap bulan.
“Ini kasus. Kalau kasus ini dibiarkan saja akan menjadi massif,” terang mantan nominator Anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) ini.
“Dalam konteks Islam, ketahanan keluarga ini disebut keluarga sakinah Mawaddah Warohmah. Artinya, keluarga yang punya daya survival yg tinggi, tahan dalam segala kondisi. Ekonomi keluarga terganggu sedikit, tidak ada masalah,” sambungnya.
Menurut Achmad, masalah eksploitasi anak di bawah umur merupakan fenomena gunung es. Kasus-kasus eksploitasi anak ini muncul karena ada sebabnya. Kalau tidak diselidiki, papar dia, kasus ini akan jadi kasus saja dan menjadi besar.
Pihaknya mengusulkan kepada pemerintah, selain ketahanan keluarga, juga ada program pengentasan kemiskinan yang benar-benar nyata. Selain itu, pemerintah juga harus mengusahakan ketersediaan lapangan pekerjaan, dan memaksimalkan sektor pertanian.
Untuk perempuan, kalau sektor ini tidak diperbaiki, kata jelas Achmad, maka persoalan eksploitasi akan terus ada. Terutama ketersediaan peluang melanjutkan jenjang pendidikan.
“Itulah yang seharusnya difikirkan pemerintah untuk pengembangan potensi di desa-desa. Bagaimana sektor-sektor ekonomi produktif mulai digarap. Memperbaiki sektor pertanian dan sektor pendidikan. Artinya, kalau di usia anak itu ada bekal pendidikan, akan dapat meminimalisir mereka menjadi TKI usia dini ataupun korban eksploitasi,” harap Achmad. [ain/hidayatullah.com]