Hidayatullah.com–KH. Abdussomad Buchori terpilih kembali sebagai ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur periode 2010-2015 tadi malam pukul 22.00 WIB. Terpilihnya pria yang akrab disapa Kyai Somad ini setelah tim formatur yang berjumlah 13 orang ini sepakat memilihnya tanpa perdebatan.
Tim formatur ini terdiri dari 7 orang dari 7 koordinator MUI Wilayah, 2 pengurus MUI domisioner, 1 dewan penasihat, 2 perwakilan Muhammadiyah dan NU, dan 1 perwakilan pesantren.
Kyai Somad sendiri hanya bisa mengucap basmalah ketika tahu dirinya dipilih kembali.
“Secara pribadi, terpilihnya saya ucapkan bismilah saja. Saya sendiri dipilih atau nggak dipilih tidak masalah,” tuturnya ketika ditanya hidayatullah.com.
Kyai Somad sendiri sempat kaget jika seratus persen tim formatur ternyata memilih dirinya. Sebab, selain sudah pernah memimpin, di MUI sendiri baginya banyak tokoh muda dan mampu.
Untuk itu, Somad mengaku lebih bersemangat lagi untuk merampungkan beberapa agenda yang belum selesai. Apalagi, ujarnya, ada amanah Musda yang harus dikerjakan.
Dua poin prioritas
Somad mengakatan, ada dua poin penting yang akan jadi agenda prioritas dalam masa jabatannya kali ini. Yakni moral dan akhlak bangsa serta ekonomi umat. Dua hal itu, menurutnya sesuatu yang sangat penting. Pasalnya, akhlak, moral bangsa kini semakin tergerus oleh budaya kebebasan yang bertolak belakang dengan Islam. Begitu juga dengan ekonomi umat, kondisinya sangat memprihatinkan.
Untuk melakukan hal itu, MUI sendiri lebih bersifat mendorong atau memberi arahan kepada umat Islam dan pemerintah. MUI akan menjelaskan berbagai hal yang bisa membuat merusak moral bangsa. Salah satunya terhadap pemaknaan HAM yang salah.
Lebih jelas, ujarnya, pemaknaan HAM itu setidaknya terlihat dengan adanya LSM dan pihak tertentu yang menginginkan agar prostitusi Dolly tetap ada.
“Ini kan aneh. Masa ada orang yang berdemo agar Dolly tidak dibubarkan,” tegasnya. Padahal, secara konstitusi, HAM tidak boleh menabrak norma dan moral.
Dalam hal ekonomi, MUI akan mendorong direalisasikannya sistem ekonomi syari’ah. Fatwa seputar perbankan syari’ah dianggap efektif untuk menstimulus dunia perbankan berbalik ke sistem yang lebih syar’i. Tinggal kedepannya, mensosialisasikan fatwa tersebut atau membuat fatwa yang berkenaan dengan ekonomi.
Somad juga mengharapkan pengusaha Muslim agar menjauhi riba dan lebih berkontribusi kepada umat. Sinergitas pengusa dalam membangun perekonomian umat sangat diperlukan. Tidak hanya itu, menurutnya, banyak aset umat Islam yang belum terkelola dengan baik. Seperti zakat, infak, sedekah dan lain sebagainya, belum diopatimalkan.
Padahal, ujarnya jika hal itu dikelola dengan baik, bisa jadi sumber perekonomian baru umat Islam. Somad juga memperingatkan umat Islam bahaya kapitalisme.
“Kapitalisme itu harus dicegah dalam memperluaskan lahan mereka,” tegasnya. [ans/hidayatullah.com]