Hidayatullah.com–Pengusaha muslim di Indonesia masih dominan bermain di sektor usaha kecil, seperti batik, sepatu, sandal, habbattussauda, dan produk lainnya. Bila ada yang telah bermain di skala besar, jumlahnya tak banyak. Hal itu sangat ironis. Pasalnya, di Indonesia, selain populasi muslim mayoritas, jumlah sumber daya alam melimpah.
Hal itu, kata DR. Dwi Condro Triono, disebabkan karena kekuatan ekonomi asing. Ekonomi di Indonesia skala besar masih dikuasai negara seperti Cina dan lainnya. Alhasil, warga Indonesia hanya bisa bermain di pinggiran saja dengan hasil sangat minim. Apalagi, kata doktor bidang ekonomi Islam ini, ekonomi Indonesia dijajah kertas atau dolar Amerika.
Lebih dari itu, kondisi itu makin dipersulit dengan kebijakan ekonomi pemerintah yang tidak pro-rakyat, sehingga umat Islam yang berusaha keluar dari pinggiran dan menguasai sektor makro, sulit terwujud.
Dosen ekonomi Islam ini mengatakan, setidaknya ada dua cara agar bisa mendobrak hal itu. “Pemerintah harus punya political will untuk membuat regulasi ekonomi yang prorakyat. Atau jika tidak, harus ada kekuatan grassroot yang bisa mendorong pemerintah,” tegasnya.
Berharap pemerintah, kata Condro cukup sulit, sebab banyak kepentingan. Karena itu, ia berharap, ada gerakan seperti Beli Indonesia.
“Saya sangat mendukung dengan gerakan ini. Gerakan ini bisa memberikan perubahan jika benar-benar berjalan terus,” ujarnya kepada hidayatullah.com usai mengisi talkshow masalah ekonomi di Kongres Kebangkitan Ekonomi Indonesia (KKEI) di Diamond Solo Convention Center, Kamis (23/6).
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Meski demikian, ia berharap gerakan itu punya konsep ekonomi yang jelas. “Sebab, bila tidak, akan sulit berjalan, tolok ukurnya juga sulit,” katanya.
Lebih jauh, ia menjelaskan, Islam memiliki konsep ekonomi yang jelas. Konsep itu bila diterakan bisa menjadi gerakan ideologis yang berdampak luar biasa.*