Hidayatullah.com–Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur memberi apresiasi positif kepada Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang mengeluarkan label halal dan jujur. MUI tidak akan mempersoalkan niatan tersebut, kendati sudah ada pelabelan halal yang sudah dikeluarkan MUI.
Ketua MUI Jatim, Abdusshomad Buchori akan mendukung rencana NU mengeluarkan label halal dan jujur terhadap produk yang dibuatnya.
Harapannya, pemberian label halal dan jujur yang dibuat PBNU, nantinya akan memacu produk-produk yang belum memiliki label halal, secepatnya mengurus proses labelisasi.
“Kalau PBNU keluarkan, ya kami dukung. Ini akan memperkuat posisi label halal sehingga masyarakat tak ragu lagi mengkonsumsi barang yang ada,” kata Abdusshomad, Kamis (2/2/2012).
Hingga saat ini, kata Abdusshomad dalam laman Surya, pemerintah belum mengharuskan kepada setiap produk untuk mendapatkan label halal dari MUI. Padahal, MUI sudah bekerja sama dengan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Sehingga, banyak produk yang beredar ke masyarakat belum memiliki label halal.
Abdusshomad menyarankan, kalau memang NU ingin mengeluarkan label halal dan jujur terhadap suatu produk, lebih baik kerja sama dengan MUI. Karena, MUI sudah 20 tahun menangani labelisasi halal yang dilakukan BPOM.
Sebelumnya dinyatakan, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) segera mengeluarkan label halal dan jujur untuk produk makanan dan jasa. Langkah ini bukan untuk menyerobot tugas yang selama ini dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj mengatakan, permintaan datang dari kelompok pengusaha yang tergabung dalam Himpunan Pengusaha Nahdliyin (HPN) dan para konsumen. Saat ini PBNU masih mengkaji berbagai produk sebelum diberi label.
“Untuk gedung laboratorium kita sudah punya di Bogor. Kita juga akan libatkan (Lembaga) Bahtsul Masail untuk mengkaji halal haram suatu produk,” kata Kiai Said, dimuat detikcom, Senin (30/1/2012).
Said menambahkan, keputusan menerbitkan label halal dan jujur tidak dimaksudkan untuk menyaingi MUI. NU hanya ingin menjalankan hal tersebut sesuai keinginan masyarakat, khususnya Nahdliyin, baik dari kalangan pengusaha atau konsumen pengguna produk makanan dan jasa.*