Hidayatullah.com—Pengasuh Pondok Pesantren Langitan, KH Abdullah Faqih (82 tahun) wafat pada Rabu (29/02/2012) pukul 19.00 WIB. Almarhum dimakamkan di kompleks pesantren di Widang, Kabupaten Tuban, pada Kamis sesudah shalat Dzuhur.
“Insya-Allah, abah (ayah) dimakamkan bakdal (sesudah) Dzuhur di kompleks pesantren,” kata KH Ubaidillah Faqih, putra almarhum KH Abdullah Faqih.
Menurut dia, ayahnya meninggal dunia karena memang sudah “sepuh” (sangat tua) dan sebelumnya sempat masuk ke Graha Amerta RSUD dr Soetomo Surabaya pada 2 Oktober 2011 hingga sekitar seminggu.
“Abah menjalani perawatan di Graha Amerta setelah mengalami stroke ringan akibat jatuh, namun setelah membaik akhirnya menjalani perawatan di rumah,” katanya.
Salah satu “kiai khos” (ulama sepuh) di kalangan NU itu memiliki 12 anak yang mayoritas mengajar di pesantren setempat.
Nama Kiai Faqih mencuat menjelang Sidang Umum MPR 1998, terutama berkaitan dengan pencalonan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai presiden.
Saat itu, suara kalangan Nahdliyin terbelah, ada yang mendukung pencalonan Gus Dur dan ada yang sebaliknya.
Dalam situasi seperti itu, sejumlah kiai sepuh NU mengadakan pertemuan di Langitan, sehingga muncul istilah “Poros Langitan” yang fatwanya sangat berpengaruh pada pencalonan Gus Dur.
Ketua Umum DPP PKNU Drs H Choirul Anam menceritakan dirinya sempat menjenguk almarhum pada hari Ahad (26/2) lalu.
“Pada pertemuan terakhir itu, kiai Faqih sempat menangis dan meminta saya ke sini (mendekati). Beliau meminta saya untuk berjuang terus. Saya izinkan kamu, saya ridhoi, kamu berjuang terus, jangan khilaf, ajak bersatu semua kawan,” katanya.
Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj menyampaikan rasa kehilangan yang sedalam-dalamnya atas berpulangnya salah satu kiai khos NU tersebut. Menurut Said, KH Abdullah Faqih adalah salah satu kiai kharismatis yang dimiliki oleh Nahdlatul Ulama.
“Seluruh keluarga besar NU dan pondok pesantren di Indonesia merasakan kehilangan yang mengharukan. KH Abdullah Faqih adalah salah satu tokoh NU panutan yang memiliki banyak murid di seluruh Nusantara,” tutur KH Said Aqil Siroj.
Kiai Faqih (generasi kelima) memimpin Pesantren Langitan sejak l971, menggantikan KH Abdul Hadi Zahid yang meninggal dunia karena usia lanjut. Kiai Faqih didampingi KH Ahmad Marzuki Zahid, yang juga pamannya.
Di mata para santrinya, Kiai Faqih tokoh sederhana, istiqomah, dan alim. Ia tak hanya pandai mengajar, melainkan menjadi teladan seluruh santri. Dalam shalat lima waktu misalnya, ia selalu memimpin berjamaah. Demikian pula dalam hal kebersihan. Tak jarang ia mencincingkan sarungnya, membersihkan sendiri daun jambu di halaman.
Meski tetap mempertahankan kesalafannya, pada era Kiai Faqih inilah Pesantren Langitan lebih terbuka. Misalnya, ia mendirikan Pusat Pelatihan Bahasa Arab, kursus komputer, mendirikan Taman Kanak-Kanak (TK) dan Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA). Dalam hal penggalian dana, ia membentuk Badan Usaha Milik Pondok berupa toko induk, kantin, dan wartel.
Lebih dari itu lagi, ayah 12 orang anak buah perkawinannya dengan Hj Hunainah ini juga mengarahkan pesantrennya agar lebih dekat dengan masyarakat. Di antaranya ia mengirim dai ke daerah-daerah sulit di Jawa Timur dan luar Jawa. Setiap Jum’at ia juga menginstruksikan para santrinya shalat Jum’at di kampung-kampung. Juga membuka pengajian umum di pesantren yang diikuti masyarakat luas.*
Keterangan foto: KH Abdullah Faqih