Hidayatullah.com–Komisi Nasional (Komnas) Pengendalian Tembakau memberikan penghargaan kepada almarhumah mantan Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih atas perjuangannya mengendalikan tembakau di Indonesia.
Semasa hidup dan menjabat sebagai Menteri Kesehatan, Endang dianggap telah berjuang keras untuk melindungi generasi muda dari bahaya rokok. Selama tiga tahun, ia gigih memperjuangkan RPP Pengendalian Tembakau di Indonesia.
“Ini tentu bukan hal mudah, tiap langkah ada tantangannya,” ungkap Ketua Umum Komnas Pengendalian Tembakau Prijo Sidipratomo, dalam acara ‘penyerahan penghargaan pengendalian tembakau kepada almarhum Endang Rahayu sedyaningsih’, di Kantor Kemenkes, Jakarta, Kamis (7/6/2012).
Menurut Prijo, tantangan yang harus dihadapi Endang sangat besar. Ia sempat dianggap tidak pro pada petani. Namun, almarhumah tetap konsisten dengan perjuangannya tersebut.
Kini RPP tersebut sudah dikeluarkan Kemenkes dan sedang dalam tahap penandatanganan di Menkokesra.
“RPP Pengendalian tembakau itu merupakan kesepakatan dan jalan tengah dari beberapa kementerian dan stakeholder,” ujar Wamenkes Ali Ghufron yang menerima penghargaan untuk almarhumah tersebut, dilansir laman Media Indonesia.
RPP Pengendalian Tembakau tersebut berisi di antaranya ketentuan besar label peringatan minimal 40% dari besar bungkus rokok, batasan umur 18 tahun untuk konsumen rokok, larangan menjual rokok di sekitar sekolah dan tempat ibadah, pengadaan smoking area, dan pembatasan iklan.
Ali mengakui tentang sponsorship dan program CSR pendidikan perusahaan rokok yang menyasar anak muda belum diatur dalam RPP itu karena pertimbangan dari berbagai pihak.
Prijo mengatakan perjuangan Endang Rahayu harus menjadi spirit para petinggi bangsa ini untuk berani mengambil risiko demi kemajuan rakyat. Selama ini pemimpin di Indonesia, dianggap Prijo, masih ingin mengambil langkah yang mudah. tetapi tidak berasumsi kesejahteraan rakyat ke depan.
“Bayangkan, kita termasuk 11 negara yang belum meratifikasi Famework Convension of Tobacco Control (FCTC),” tandasnya.
Prijo ini menyerukan agar pemerintah tidak takut kehilangan devisa dari rokok. “Masih banyak sumber lain yang bisa digerakkan. Cukai rokok itu hanya Rp50 triliun setahun, sedangkan kerugian yang ditimbulkan itu tiga kali lipatnya,” imbuh pria yang juga Ketua Umum IDI ini.
Komnas Pengendalian Tembakau menginginkan perusahaan rokok membayar pajak dan cukai yang tinggi agar membatasi konsumen rokok. Selain itu perusahaan rokok seharusnya tidak memperbolehkan memasang iklan ataupun iklan berkedok CSR.*