Hidayatullah.com—Mendiskusikan keberadaan kelompok Lesbian Gay Bisexual dan Transgender (LGBT) di tingkat DPR agar mendapat ruang kompromi dalam perundang-undangan jelas menyalahi tergolong perbuatan fasik dan dzalim. Demikian pendapat Sekjen Forum Umat Islam (FUI) Muhammad Al Khatath menyikapi pendapat Prof Jimly Ashidiq dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rancangan Undang-Undang Kesetaraan dan Keadilan Gender (RUU KKG) di Komisi VII DPR RI belum lama ini.
“Itu bisa dikatan perbuatan fasik, dzalim. Naudzubillah min dzalik,”ujarnya kepada hidayatullah.com.
Seperti diketahui, Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Prof Dr Jimly Asshidiqie yang juga dikenal Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) di ruang sidang Komisi VIII DPR RI pada hari Kamis (21/06/2012) kemarin mengatakan, perlunya Negara membahas blue print keberadaan komunitas LGBT sebagai fakta di masyarakat yang jumlahnmya nilai banyak.
Menurut Jimly, keberadaan komunitas LGBT seprti lesbian, gay dan transgender ini di luar permasalahan setuju atau tidak setuju dengan RUU KKG, kehadiran mereka tak bisa dielakkan di masyarakat.
“Misalnya isu LGBT, lesbian, gay, biseks dan transgender. Dan ini bukan soal tidak suka tapi nyatanya banyak, puluhan juta jumlahnya,” jelasnya.
Karena itu, bagi Ketua Dewan Penasehat ICMI ini, suatu hari akan sampai saatnya isu-isu kemanusiaan bagi komunitas LGBT ini perlu segera disesuaikan. Baginya, kehadiran isu LGBT ini adalah masalah kemanusiaan yang harus diapresiasi oleh negara.
Hj Sinta Nuriyah Abdurahman Wahid M. Hum juga menyatakan bahwa permasalah nikah sejenis bagi kelompok LGBT adalah sesuatu yang tidak bisa dielakkan bahwa mereka pada kenyataannya berkembang secara alami di masyarakat.
“Kita harus melihat bahwa memang kenyataanya ada di tengah masyarakat itu, bahwa ada transgender, sesama jenis itu memang ada. Apakah kita akan membiarkan? Sebagai orang yang membela HAM itu pastinya kita akan menerima,” jelas istri mantan presiden RI Abdurahman Wahid ini.
Namun bagi Khatath, jika seperti ini pandangan keberadaan RUU KKG melihat LGBT, pada akhirnya keberadaan RUU Kesetaraan Gender ditujukan bukan untuk perlindungan atas kebebasan wanita, tapi lebih kepada ingin menjauhkan wanita-wanita Muslimah agar tidak terikat oleh Syariat Islam, bahkan ada keinginan untuk merusak nilai Syariat melalui undang-undang itu sendiri.
Menurut Al Khatath, jika keberadaan LGBT ini benar-benar dilegalkan eksistensinya dalam undang-undang, dipastikan peristiwa ini sebagai sebuah musibah besar, bagi bangsa Indonesia terutama umat Islam.
Menurutnya, pernikahan sejenis dan budaya sodomi adalah haram dalam Islam dan keberadaan komunitas ini tetap merupakan sebuah penyakit sosial.
“Allah subhana wa ta’alah kurang lebih ada 4 surat dari Al A’raf hingga surat Luth dan lainnya itu menurunkan siksa kepada umat Nabi Luth karena perbuatan (LGBT) mereka dan menyebut mereka sebagai mujrimin, mujrimin itu sebutan bagi orang yang berdosa atau orang yang melakukan kriminalitas,” jelasnya pada hidayatullah.com.
Selain menganggap kelompok LGBT ini sama dengan umat Nabi Luth yang dilaknat Allah, Khatath juga menyatakan bahwa keberadaan orang-orang yang dinilai memiliki kelainan ini harus didakwahi agar kembali normal sesuai fitrahnya, bukan difasilitasi.
Bahkan dalam syariat Islam, penghukumannya sangatlah keras. Sebagaimana disampaikan dalam sebuah hadits;
“Barangsiapa yang menjumpai satu kaum yang melakukan seperti perbuatannya kaum Nabi Luth maka bunuhlah ia, pelakunya dan obyeknya (temannya).”(HR. Abu Daud, 3869 dan HR. Ahmad No: 2596).*