Hidayatullah.com–Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) menilai hukuman yang tepat untuk pembuat film “Innocent of Muslim” adalah hukuman mati. Hal ini dikemukakan oleh salah satu pengurus DPP Hizbut Tahrir Indonesia, Syamsuddin Ramadhan an Nawy. Syamsudin menilai film itu telah menghinakan Nabi Besar Muhammad Shallahu Alaihi Wassalam dengan sangat keji.
“Allah Subhana Wa Ta’ala (Swt) mengkategorikan celaan terhadap Nabi Shalallahu Alaihi Wasalam adalah sebagai celaan terhadapNya,” jelas Syamsudin dalam konferensi pers di Jakarta belum lama ini.
Ia juga menceritakan sikap pemerintahan Islam dalam menghadapi kasus seperti ini. Khalifah Abdul Madjid At Tsani pernah mengobarkan perang melawan Kerajaan Prancis dan Inggris karena penghinaan terhadap Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam.
Penghinaan itu dilakukan oleh Filsuf ternama Inggris bernama Voltaire. Penghinaan itu sendiri ada dalam bentuk pementasan drama teatrikal di Prancis dan Inggris.
“Ketegasan Khalifah yang akan mengobarkan Jjihad melawan Prancis dan Inggris itulah yang membuat pementasan itu dibatalkan,” jelas Syamsudin lagi.
Karena itu menurutnya, saat ini komponen ulama harus bersatu untuk berdiri digaris depan. Peran ulama menurutnya sangat vital dalam mempersatukan umat Islam untuk memperjuangkan syariat dan khilafah. Di mana keberadaan ulama ini sebagai titik komando penting bagi umat Islam dalam menentukan arah gerak ketika terjadi penghinaan Islam seperti dikasus film “Innocent Of Muslim”.
Syamsudin juga mengutip pendapat-pendapat para ulama terkait status hukum bagi para penghina Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wassalam. Menurutnya, ijma ulama menegaskan bahwa mencela Nabi adalah merupakan kekufuran. Bahkan jika itu dilakukan orang Islam, ia masuk murtad dari agama Islam, baik dilakukan dengan main-main maupun dengan sungguh-sungguh.
Adapun beberapa ulama yang dikutip oleh Syamsudin antara lain adalah Imam Malik, Imam Abu Bakar Ibnu Mundzir, Imam Al Qurthubi hingga Imam Ibnu Qasim. Namun ia tidak menjelaskan, lebih lanjut fatwa para ulama tersebut.*