Hidayatullah.com—Jurnalisme Indonesia berada di titik nadir sejak media dikooptasi oleh politik dan uang. Hal ini disampaikan oleh Iwan Pilliang pegiat media sosial Indonesia dalam diskusi publik “Media dan Pembentukan Watak Pemimpin Bangsa” yang diadakan di Gedung Dakwah Muhammadiyah,. Jl. Menteng Raya No.62 Jakarta, Selasa (16/10/2012).
Kesalahan fundamental dari kesalahan menulis para jurnalis di Indonesia adalah tidak memahami hakikat menulis itu sendiri. Padahal kunci dari menulis itu diajarkan oleh Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi wassalam.
“Dasar menulis itu adalah Iqra’ (membaca),” jelas Iwan Pilliang.
Menurutnya tidak ada penulis yang hebat kecuali ia memulainya dengan kemampuan membaca yang hebat.
Sementara menurutnya, minat membaca jurnalis yang minim jelas membuat kapabilitas dia sebagai jurnalis dipertanyakan.
“Sekarang mencari penulis yang suka membaca di negeri ini ibarat mencari jarum dalam jerami,” tambahnya.
Karena itu sebelum membicarakan perang media. Seorang jurnalis harus bisa menguasai dasar-dasar pokok dari jurnalistik. Memisahkan opini pribadi dengan tanggung jawab menyampaikan informasi yang objektif hingga memahami kaidah dasar kalimat subjek, predikat, objek dan keterangan (SPOK).
Bagaimana jurnalis indonesia mau menang melawan westernisasi sedangkan kualitas dasar jurnalistiknya saja masih lemah.
Hal ini diperburuk lagi dengan banyaknya kepentingan politis di balik media itu. Terlebih intervensi pemodal dalam independensi jurnalis itu sendiri.
Sebelumnya, Dr. Haidar Nasir dalam pengantarnya mewakili Ketua Umum PP Mummadiyah Prof Dr.Din Syamsudin yang berhalangan menjelaskan agar umat Islam bisa menjadikan media sebagai salah satu kekuatan perubahan. Ia juga mengatakan sangat penting umat Islam menguasai media.
Terlebih kondisi ancaman westernisasi yang menginvasi bangsa Indonesia lebih banyak dilakukan melalui perang media.*