Hidayatullah.com–Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian (PSKP) Univeritas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta mengadakan diskusi “Menyoal Konflik di Lampung”. Dalam diskusi itu, Staf Ahli PSKP UGM, Prof. Dr. Mohtar Mas’oed, MA mengatakan konflik yang saat ini bergejolak di Lampung merupakan konflik masa lalu.
“Ini merupakan ujung dari beberapa konflik yang dipicu masalah yang pernah terjadi,” ujarnya saat menjadi narasumber dalam diskusi hari Kamis, (01/11/2012).
Mas’oed menilai, konflik di Lampung bukan sekedar konflik antar suku dan budaya, yang berbeda di Lampung sejak masa lalu. Namun lebih dari itu, ada beberapa asumsi yang ia paparkan terkait kasus tersebut. Di antaranya adalah konflik tersebut bagian dari konflik sebelumnya, terkait masalah tambak udang, perkebunan, dan adanya transmigrasi di Lampung.
Ha lain yang menjadi asumsi dia adalah Lampung dilihat dari sejarahnya. Ia mengatakan, Lampung memiliki tiga poin penting yakni irigasi, transmigrasi, dan edukasi. Ia memaparkan, Belanda masuk ke Indonesia untuk menggabungkan ekonomi modern dan hasilnya untuk diekspor kepada Belanda tersebut. Sedangkan untuk modal dan benihnya juga dikuasai oleh Belanda, sehingga terjadi monopsoni dan monopoli.
Menurut dia, suku Jawa dan lainnya juga demikian halnya, mendominasi di Lampung, baik secara ekonomi, maupun organisasi.
Bahkan ia mengatakan, Lampung pernah disebut “Jawa Utara”. Sebutan tersebut karena suku Jawa yang tinggal di Lampung sangat dominan.
Dengan fenomena itu, akibatnya adanya perubahan demografis perkembangan yang terjadi di Lampung, sampai saat ini. Sehingga menimbulkan beberapa hal yang tidak seragam (setara). Inilah yang sangat mendasar, masalah yang memicu pertikaian, katanya.
Ia mengatakan, sekian lama sulitnya menahan persoalan tersebut. “Akhirnya tinggal tunggu adanya pemicu, nah pemicunya adalah seperti sekarang ini.”
Pada awalnya memang hanya masalah yang sepele seperti yang dikabarkan di beberapa media, namun dampaknya sungguh luar biasa, ujarnya.*/Muhsin