Hidayatullah.com—Para orangtua sebaiknya menjadikan anak-anaknya shalih terlebih dahulu sebelum mengarahkan untuk berprestasi (secara akademik). Orangtua harus membenahi pikirannya untuk tidak menjadikan anak berprestasi di usia dini.
“Jangan ada di kepala kita prestasi dalam kacamata modern. Belum saatnya, ” demikian tegas Budi Ashari Lc, pemerhati keluarga dan penulis buku Parenting Nabawiyah dalam “Membangun Keshalihah Anak di Tiap Tahapan Usia”, di Perumahan Bukit Permai, Cibubur, Jakarta Timur, belum lama ini.
Dalam acara yang bekerjasama dengan MT. Khairunnisa Cibubur pria yang wajahnya kerap muncul dalam program ” Khalifah” di Trans 7 ini menyebutkan bahwa dalam masyarakat yang disebut modern adalah jika menjadi spesialis, doktor, atau profesor. Padahal dalam sejarah kejayaan Islam, para ulama berprestasi tidak hanya dalam disiplin ilmu terapan, tapi juga al-Qur’an dan Sunnah.
“Benar menjadi spesialis, doktor, dan profesor hari ini adalah prestasi, tapi tidak lengkap. Ibnu Sina jadi dokter di seantero kekhalifahan saat usia 17 tahun dan sudah sangat menguasai al-Qur’an sejak dini,” ujarnya.
Ahli sejarah Islam ini menjelaskan tentang pentingnya tahapan pendidikan yang tepat. Ia mengibaratkan proses pembuatan kue, jika adonannya terbalik urutan memasukkannya maka tidak akan menjadi lezat.
“Bu, kalau membuat kue salah masukkan bahan akan jadi nggak? Atau kalau sendal tertukar, bisakah ia untuk berlari? Begitulah, tidak akan menjadi istimewa jika salah urutan,” tandasnya kepada peserta.
Tahapan Pendidikan dalam Islam
Alumni Universitas Madinah ini mengutip hadist Ibnu Majah tentang tahapan dalam mendidik anak. “Jundub bin Abdillah Al Bajali berkata: Dulu kami saat bersama Nabi shalallahu ‘alaihi Wassalam masih berusia remaja, kami belajar Iman sebelum kami belajar al-Quran. Ketika kami belajar al-Quran, maka bertambahlah iman kami. Dan kalian hari ini belajar al-Quran sebelum Iman.”
Menurut Budi, Islam sangat memperhatikan urutan-urutan dalam pendidikan. Yang lebih dimulakan dalam urutan pendidikan adalah tahap iman dulu baru al-Quran.
“Islam sangat memperhatikan urutan dan tahapan. Kurikulumnya jelas, iman dahulu baru kemudian al-Qur’an. Para tabi’in dinilai turun kualitasnya oleh para sahabat karena belajar Qur’an sebelum iman. Bagaimana dengan kita hari ini? Tidak belajar iman dan tidak belajar Qur’an. Wajarlah kalau Islam belum gemilang,” jelasnya.
Lebih jauh ia menjabarkan lima urutan metode pendidikan dalam Islam. Pertama iman sebelum al-Qur’an. Kedua pendengaran sebelum penglihatan. ketiga, hati sebelum akal. Keempat, membaca sebelum menulis. Terakhir, menghapal sebelum menganalisa. .
“Itulah kunci-kunci prestasi dalam Islam,” ujarnya.*/Nunu Karlina