Hidayatullah.com–Kepala Dinas Syariat Islam (DSI) Aceh, Prof Dr Syahrizal Abbas MA mengatakan, para pihak yang selama ini menjadi pengemban syariat Islam belum memiliki persepsi sama tentang langkah dan tahapan pelaksanaannya.
“Akibatnya, sejumlah elemen di Aceh terlihat bertindak sporadis, yang sebenarnya cara-cara seperti ini tidak dibolehkan,” kata Syahrizal saat membuka Rapat Koordinasi (Rakor) Pelaksanaan Dinul Islam di Grand Nanggroe Hotel, Banda Aceh, Senin (10/6/2013).
Rakor yang dibuka Sekda Aceh Teuku Setia Budi dan diikuti 100 peserta itu mengusung tema “Percepatan Pelaksanaan Dinul Islam melalui Sinergisitas Program dan Kegiatan Antarlembaga Demi Terwujudnya Masyarakat Aceh yang Bermartabat dan Sejahtera”.
Menurut Syahrizal, dalam pelaksanaan syariat Islam di Aceh, selain ada yang bertindak sporadis, juga tidak terkoneksi dengan baik dalam bentuk kesamaan sikap, pandangan, dan tindakan. “Mereka jalan sendiri-sendiri, seperti halnya tindakan dan sikap yang diambil oleh sejumlah komunitas prosyariah lainnya di tengah masyarakat,” ujar Syahrizal, dalam laman Serambi.
Dikatakannya, tindakan mengimplementasikan syariat Islam secara sporadis harus segera diakhiri dengan cara menyamakan persepsi dari seluruh pegiat syariah di Aceh. Penyamaan persepsi, sikap, dan tindakan seluruh pihak di Aceh akan menjadi kunci sukses pelaksanaan syariat Islam di Aceh ke depan.
Kepala DSI Aceh itu menyebutkan, melalui grand desain yang akan segera dirumuskan, maka tahapan pelaksanaan syariat Islam di Aceh akan menjadi lebih jelas. Semua pihak diharapkan memiliki pemahaman yang sama dan yang lebih penting, dalam penerapan syariat Islam ke depan akan jelas pembagian tugas siapa mengerjakan apa.
“Melalui grand desain yang akan kita rumuskan nantinya insya Allah kita akan dapat mengukur dengan jelas bagaimana wajah syariat Islam di Aceh 5, 10, atau 20 tahun ke depan,” ujar Syahrizal.
Ia tambahkan, pelaksanaan syariat bukan lagi semata-mata kewajiban individual, tetapi telah masuk dalam ranah konstelasi negara. “Karena itu, kesamaan visi dalam pelaksanaannya adalah keniscayaan.”
Dalam konteks inilah, menurut Guru Besar IAIN Ar-Raniry ini, pelaksanaan Rakor Dinul Islam menjadi penting dan strategis. “Kita berharap melalui rakor ini mampu memberikan konstribusi konstruktif serta pemikiran-pemikiran yang bernas dalam rangka penguatan program pelaksanaan syariat Islam di Aceh,” katanya.
Ia jelaskan, tidak ada halangan berarti dalam pelaksanaan syariat Islam di Aceh. Dari segi legalitas kostitusional, Aceh sangat istimewa karena diberikan otoritas penuh oleh negara melalui UU Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Aceh dan UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Prof Syahrizal mengatakan, penerapan syariat Islam di Aceh berada dalam koridor negara, sehingga pemerintah bertanggung jawab mewujudkan pelaksanaannya. Dalam mewujudkan itu, diperlukan persamaan pandangan dari tiap daerah dalam pelaksanaan syariat. “Agar syariat Islam dapat berjalan dengan baik, kunci kesuksesannya memerlukan komitmen bersama, yaitu dari individu, masyarakat, dan seluruh komponen pemerintah,” demikian Syahrizal.
Usai pembukaan rakor, ditandatangani kesepakatan pelaksanaan syariat Islam secara kafah antara Pemerintah Aceh dengan Kapolda, Kajati, Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU), Mahkamah Syar’iyah, dan Majelis Adat Aceh (MAA).
“Setelah penandatanganan kesepakatan di tingkat provinsi akan segera ditindaklanjuti dalam bentuk penandatanganan kesepakatan pelaksanaan syariat Islam di tingkat kabupaten/kota secara berjenjang,” lapor Sekretaris DSI Aceh, Usamah Elmadny.*