Hidayatullah.com–Terungkapkan kasus-kasus mucikari yang melibatkan pelajar-pelajar SMA membuat prihatin pakar pendidikan, Prof Dr Arief Rachman. Menurutnya, kasus yang memiriskan ini terjadi karena semakin berkurangnya peran orangtua dalam pendidikan dan pengolahan anak-anaknya.
“Mengajak teman-teman sekolahnya menjadi pekerja seks (mucikari) merupakan fenomena infiltrasi budaya-budaya negatif. Hal ini harus kita bendung,” kata Arief kepada hidayatullah.com, Selasa (25/06/2013) siang pada pembukaan Bina Taqwa Pelajar Indonesia (BTPI) di Pangkalan Utama Angkatan Laut (Lantamal) Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Arief mengaku tidak terkejut dengan terungkapnya kasus mucikari di kalangan pelajar.
“Sebelum kasus mucikari ini terungkap pernah juga terungkap Bandar Narkoba di kalangan pelajar. Jadi saya tidak begitu terkejut. Peran rumah tangga dan orangtua sangat diperlukan untuk meminimalisir budaya-budaya negatif seperti ini,” jelas Arief.
Para orangtua, kata Arief, tidak boleh melepaskan begitu saja pembinaan akhlak atau pun karakter anak-anak ke lembaga pendidikan. “Para orangtua harus bertanggungjawab kepada akhlak anak-anaknya, bukan hanya sekolah,” tegasnya.
Arief juga menilai maraknya perilaku negatif di kalangan pelajar juga disebabkan sekolah-sekolah atau lembaga pendidikan lebih mementingkan mata pelajaran yang berkaitan dengan peningkatan kecerdasan otak.
“Seharusnya sekolah tidak hanya fokus mengisi otak saja, tetapi karakter juga,” katanya.*