Hidayatullah.com–Maraknya penukaran uang recehan menjelang akhir Ramadhan perlu diwaspadai kehalalannya. Boleh asal tidak ada biaya tambahan atas transaksi penukaran uang itu.
Ketua Umum Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), Prof. Dr. Didin Hafidhuddin, MSc. menjelaskan, menukar uang bukan di tempat resmi seperti bank diperbolehkan, asalkan tidak ada penambahan atau pengurangan jumlah uang dalam proses penukaran tersebut.
“Menukar uang bukan di tempat resmi seperti bank boleh dilakukan, asalkan dalam proses tidak ada penambahan atau pengurangan pada jumlah uang yang ditukarkan.” kata Didin kepada kontributor hidayatullah.com di Bogor (05/08/2013).
“Misalnya, seseorang mau menukarkan uang sebesar 100 ribu rupiah dalam bentuk uang receh kepada jasa penukaran uang di tempat umum, maka jumlah yang diterima tetap harus 100 ribu. Kalau yang diterima hanya 90 rupiah, itu tidak diperbolehkan, maka itu termasuk riba fadl (riba yang terjadi pada barang yang sejenis karena adanya tambahan).” tambahnya.
Maraknya jasa penukaran uang dadakan itu, menurut Direktur Dewan Direksi BPR Syariah Amanah Ummah, Drs. M. Abduh Khalid Mawardi, M.Si, hal tersebut sangat wajar. “Karena prosesnya yang lebih cepat, mudah dan menghemat waktu, terutama bagi yang akan mudik ke kampung halamannya. “Sangat wajar bila sebagian masyarakat Muslim Indonesia lebih memilih menukar uang mereka di tempat umum karena prosesnya lebih cepat, mudah dan menghemat waktu, terutama bagi para pemudik yang tidak sempat pergi ke bank untuk menukarkan uang mereka.” ujarnya kepada kontributor hidayatullah.com, (05/08/2013).*/Qadriany Bayyinah