Hidayatullah.com–Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur mendukung upaya Pemerintah Kota Surabaya yang akan menutup lokalisasi atau tempat prostitusi Dolly.
“Kami menyampaikan amanat para kiai yang mendukung penutupan lokalisasi di Surabaya,” ujar Ketua PWNU Jatim, K.H. Moh. Hasan Mutawakkil Alallah bersama enam pengurus saat menemui Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini, di Balai Kota Surabaya, Senin (02/12/2013).
Mutawakkil mengatakan, PWNU Jatim siap memberikan dukungan tertulis yang melibatkan seluruh pengurus NU, mulai dari pengurus wilayah hingga level anak ranting.
Selain itu, lanjutnya, bentuk dukung PWNU juga tertuang dalam tindakan pascapenutupan. PWNU sudah menyiapkan program pendampingan perubahan perilaku, sekaligus pengembangan “skill” dan sejumlah kegiatan lain sebagai bentuk tindak lanjut setelah penutupan lokalisasi.
“Sebenarnya, penutupan ini merupakan keinginan lama yang baru terealisasi saat kepemimpinan Bu Risma, karenanya kami akan mendukung total langkah Pemkot ini. NU juga siap bekerja sama dengan aparat keamanan bilamana dibutuhkan,” tegasnya.
Dalam kesempatan itu, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menyatakan rencananya penutupan lokalisasi Dolly bakal dilaksanakan sebelum bulan Ramadhan pada 2014.
Menurut Risma, menutup kawasan prostitusi sejatinya bukan perkara sulit. Namun, yang perlu mendapat perhatian lebih dari Pemkot yakni pengkondisian pascapenutupan.
“Kalau sekadar menutup, sekarang pun bisa. Tapi masalahnya, kami harus menyiapkan tindakan pascapenutupan. Pengondisian itu jauh lebih berat karena sangat menentukan keberlanjutan kawasan tersebut,” katanya.
Sebagai gambaran, lanjut dia. Untuk kawasan eks lokalisasi Sememi dan Klakahrejo, Pemkot mengalokasikan anggaran Rp28 miliar. Dana tersebut digunakan membangun pasar, sentra PKL, dan sejumlah sarana fasilitas umum lainnya. Dengan demikian, warga penghuni eks lokalisasi mendapat peluang kerja untuk memenuhi kebutuhan ekonominya.
Ditanya apakah upaya revitalisasi Dolly memerlukan persetujuan warga sekitar, ia menegaskan bahwa proses penutupan lokalisasi terus berjalan kendati tanpa persetujuan karena berdasar Perda 7/1999 secara jelas menyebutkan bahwa kawasan tersebut berfungsi sebagai rumah tinggal, bukan tempat prostitusi.
“Dengan landasan Perda tersebut Pemkot berhak mengambil tindakan untuk kebaikan kota, sehingga untuk penutupan lokalisasi itu tidak diperlukan persetujuan apa pun,” terang Risma, sebagaimana diberitakan Antara.
Adapun salah satu alasan kuat Wali kota ingin segera merombak kawasan Dolly dan menjadikannya sentra bisnis adalah keprihatinan akan kondisi sekolah.
Risma mengaku beberapa kali mengunjungi sekolah yang terletak di kawasan prostitusi yang hasilnya memprihatinkan.
Anak-anak di lingkungan lokalisasi cenderung minder, malu, rendah diri, dan lebih parah lagi ada yang sampai frustasi.
Belum lagi, geliat bisnis prostitusi akan mempengaruhi tumbuh kembang anak yang tinggal di sekitarnya. “Dan itu pasti menimbulkan dampak buruk bagi psikologis anak,” katanya.*