Hidayatullah.com—Ketua Program Studi (Kaprodi) Ilmu Filsafat, Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UI LG.Saraswati Putri mengusulkan pembaharuan hukum terhadap korban pelecehan atau pemerkosaan agar berani bicara.
Pernyataan ini disampaikan Saras Dewi, demikian wanita yang selama ini mendampingi wanita-wanita yang diduga menjadi korban pelecehan dan pemerkosaan penyair ternama Sitok Srengenge.
“Kekerasan seksual harus dihentikan. Harus ada pembaharuan produk hukum untuk melindungi korban dan mendukung korban untuk bersuara. Untuk ketiga korban yang sudah bersuara, mereka memberanikan diri untuk bersuara demi menghentikan pelaku menimpakan kekerasan pada gadis-gadis lainnya,” demikian ujarnya kepada hidayatullah.com Rabu (18/12/2013) melalui SMS.
“Masyarakat masih sangat permisif terhadap pelaku kekerasan, sementara itu masih menghakimi dan menyudutkan korban. Kebudayaan hrs diubah, menjadi kebudayaan yg peka terhadap keadilan dan kemanusiaan,” lanjut Saras yang menolak diwawancarai melalui tatap muka.
Korban Ketiga
Seperti diketahui, belum lama ini muncul pengakuan korban ketiga dugaan pelecehan yang dilakukan penyair Sitok Srengenge.
Seorang mahasiswi sebuah universitas di Jakarta mengaku dilecehkan pada tahun 2011 dan berani buka suara karena tergugah membantu korban RW (22), mahasiswi UI yang sebelumnya sudah melapor ke polisi.
“Dia (korban ketiga) juga tertarik puisi-puisi Sitok,” kata dosen UI, Saras Dwi, dikutip The Jakarta Post, Senin (16/12/2013). Saras Dewi selama ini dikenal sebagai pendamping RW.
Saras Dewi mengatakan, modus yang diduga dilakukan Sitok sama dengan yang dia lakukan terhadap RW, korban pertama. Yakni menggunakan statusnya sebagai penyair terkenal untuk bisa melakukan hubungan seks dengan korbannya.
“Juga dikasih alkohol,” ujar Sarasdewi menambahkan terjadi persetubuhan antara keduanya.*