Hidayatullah.com–Masyarakat perlu diedukasi mengenai bagaimana cara melawan argumentasi kelompok Lesbian, Gay, Biseks dan Transgender (LGBT). Pasalnya, kelompok LGBT bisa gencar mensosialisasi gaya hidup mereka yang rusak pada masyarakat.
“Yang pertama, kelompok ini (LGBT,red) selalu berkolaborasi di balik isu feminisme,” jelas Rita Hendrawaty Soebagio, Sekjend Aliansi Cinta Keluarga Indonesia (AILIA) dalam seminar “Feminis dan Kesetaraan Gender dalam Perspektif Islam”, yang diadakan di Islamic Center AQL Jakarta, Senin (27/01/2014) kemarin.
Rita juga menjelaskan, pendekatan psikologis kelompok LGBT ini beraneka ragam untuk menyebarkan dan memberikan pembenaran penyakit penyimpangan seksualnya pada masyarakat.
Biasanya, kelompok lesbian selalu menjelaskan ke sesama perempuan bahwa yang paling mengerti bagaimana perempuan adalah perempuan itu sendiri.
“Jika lelaki berusaha mengelabui perempuan demi hasrat seksualnya, maka lesbian mengelabui perempuan terobsesi oleh masalah cinta dan perasaan sesama perempuan,” tegasnya lagi.
Baik kelompok lesbian dan gay selalu mempunyai argumentasi yang sama. Menurut peneliti masalah gender dari Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations (INSISTS) ini, kedua kalangan tersebut akan menjelaskan ke masyarakat bahwa penyimpangan seks mereka adalah turunan biologis yang tidak bisa dirubah, ujungnya harus diterima.
“Mereka terus menyakini masyarakat bahwa penyimpangan seksual mereka adalah suatu hal yang normal yang harus diterima, padahal mereka tidak normal,” tambah Rita lagi.
Kenyataannya menurut Rita, selain menjadi penyebab lahirnya penyimpangan seksual yang lebih parah yaitu biseksual dan transgender. Perilaku lesbian, terutama homoseksual (gay) juga jadi penyebab menyebarnya virus HIV/Aids.
“AIDS itu muncul dari perilaku gaya hidup gay (homoseksual), dan mereka (kelompok LGBT,red) menutupi ini selama bertahun-tahun,” jelas Rita lagi.
Di akhir pembicaraannya ia menjelaskan bahwa perjuangan LGBT di balik kedok feminisme tidak akan pernah selesai karena mereka selalu menjauhkan argumentasi mereka dari akar masalahnya.
Dan kelompok LGBT, selalu takut ketika dibenturkan dengan sudut pandang agama.
“Makanya kebanyakan aktivis feminis radikal adalah orang-orang yang anti agama,” jelas aktivis The Center for Gender Studies (CGS) ini.*