Hidayatullah.com –Ramainya perbincangan video dai muda asal Jawa Barat Ustadz Hariri Abdul Aziz di dunia maya mendapat tanggapan tokoh Nahdlatul Ulama (NU).
“Jangan hanya matang di televisi. Tapi matangkan juga kepribadian. Jadi jangan hanya matang di panggung tapi matangkan juga ilmunya, perbaiki akhlaknya,” kata KH. Dr Manarul Hidayat saat berbincang dengan hidayatullah.com.
Pendiri dan pengasuh Yayasan Pondok Pesantren Al Mahbubiyah ini menjelaskan bahwa konsekwensi seorang ustadz penceramah bukan hanya di dunia satu kata dipertanggung jawabkan di hadapan Allah Ta’ala, tapi sampai di akhirat.
“Apa artinya kita dipuji puji orang, dipuji puji umat, tapi Allah Ta’ala nggak ridho,” imbuh Kiai Manarul.
Ia juga menyerukan kepada umat Islam Indonesia agar harus pandai pandai menyimak para penceramah. Itu harus, sebab menurutnya yang namanya penceramah itu tindakan, perbuatan, dan ucapannya, harus sesuai dengan keadaan dirinya.
“Dan, ini kan berat sekali. Perkataan harus sesuai dengan kelakukan,” terang kiai yang juga Ketua Umum Asosiasi Bina Haji dan Umroh Nahdlatul Ulama (Asbihu NU).
Umat harus pandai pandai memilah dan memilih. Kiai Manarul juga mengecam adanya fenomena ustadz-ustadz yang menentukan tarif setiap kali menyampaikan dakwahnya.
“Di NU itu tidak ada yang begitu. Tidak boleh dai minta tarif apalagi menentukan harga,” tegasnya.
Manarul menjelaskan, kalau seorang ustadz mengharap imbalan kepada sesama manusia, itu paling hanya berapa juta. Padahal seorang dai atau ustadz, hidup di dunia adalah membawa visi intansurullaaha yansurukum wayutsabbits aqdaamaqum.
“Siapa yang menolong agama Allah maka Allah pasti akan menolongnya. Jadi konsep kita itu bagaimana menolong agama Allah. Allah pasti akan menolong kita itu,” imbuhnya.
Kita di Indonesia ini sekarang, lanjut Kiai Manarul, bukan hanya sedang terjadi gema alam, tapi ada gempa politik, gempa moral, gempa ahlak, dan gempa aqidah. Untuk itu kita harus pandai pandai menempatkan diri.
“Seorang dai selalu memegang prinsip Kuu anfusakum wa ahlikum naroo. Menyelamatkan keluarga dari api neraka. Jadi sebelum terjun, kita bina dulu keluarga menjadi keluarga sakinah wa waddah wa rohmah,” jelasnya.
“Jadi hati-hati, sebab ulama atau penceramah hanya mengharap ridha dari Allah Ta’ala, itu yang terpenting. Bukan mengharap pujian manusia,” tandasnya.*