Hidayatullah.com–Dibanding Prof Dr Rasjidi, kader-kader tokoh rasionalis, Dr Harun Nasution di UIN/IAIN masih ribuan. Sementara Prof Rasjidi kurang banyak mengkader secara serius.
Demikian diungkapkan pakar hadits lulusan Universitas Al Azhar, Kairo Mesir, Dr Daud Rasyid dalam peluncuran buku “Koreksi Terhadap Dr Harun Nasution” di Perpustakaan Terapung, Universitas Indonesia (UI) belum lama ini.
“Karena memang Rasjidi bukan orang gerakan,”terang nya.
Karena itulah yang menjadikan pemikiran liberal sekuler Harun Nasution kini banyak mewarnai kampus-kampus IAIAN atau UIN.
Dalam acara peluncuran buku yang diadakan kelompok mahasiswa Depok Islamic Study Circle(DISC) UI dan Keluarga Alumni Masjid UI Daud Rasyid menyebut buku Harun Nasution “Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya” yang pertama kali diterbitkan tahun 1975 sebagai buku wajib bagi mahasiswa di seluruh fakultas IAIN saat itu.
“Sedangkan buku Rasjidi hanya dicetak dan dipajang di toko-toko buku. Sehingga buku itu habis cetakannya maka menghilang. Sedangkan buku Harun terus dicetak sampai sekarang karena menjadi buku text book,” terang Daud.
Doktor hadits dari Kairo Mesir ini juga menjelaskan bahwa sebenarnya ia mempunyai hubungan baik dengan Harun, saat menjadi rektor IAIN Ciputat saat itu.
Sepulang dari Kairo, Daud Rasyid dibawa Dr Muslim Nasution menghadap Harun. Saat itu ia bertiga berbicara. Saat Muslim Nasution menjelaskan bahwa ia adalah doktor hadits yang baru lulus dari Kairo, Harun merasa welcome dan mempersilakan ia mengajar di IAIN Ciputat.
Namun di saat dirinya mengajar di Pasca Sarjana IAIN Ciputat, saat itulah terjadi kehebohan. Para mahasiswa Harun yang terbiasa berfikir terbuka dan liberal menilai Daud Rasyid suka menggurui dan mengarahkan kepada satu pendapat.
“Ngisi kuliah paling 15 menit setelah itu diskusi panjang,” terang Daud.
Ketika setahun, mahasiswa-mahasiswa itu tidak betah dengan Daud dan mengadu kepada Harun. Mereka meminta agar mencopotnya dari IAIN Syarif Hidayatullah Ciputat. Tapi apa reaksi Harun sebaliknya.
“Saya akan mengganti Daud Rasyid kalau ada pengganti doktor hadits. Bisa nggak kamu cari penggantinya,” tegas Harun.
Mahasiswa itu akhirnya menyerah. Hingga Daud terus mengajar di IAIN sampai tiga tahun.
Belajar pada Orientalis
“Pemikiran tanpa gerakan kembang kempis. Gerakan tanpa pemikiran akan salah arah,”tegasnya. Ia juga menyayangkan Prof Rasjidi tidak mengkader serius murid-muridnya. Mungkin karena Rasjidi bukan orang gerakan dan ia adalah seorang ilmuwan. Meski demikian Daud mengakui jasa besar Rasjidi dalam mengoreksi buku Harun Nasution itu.
Daud juga menyayangkan mudahnya mahasiswa Indonesia belajar pada Orientalis.
“Kalau di Mesir, mahasiswa-mahasiswa yang akan belajar ke Barat dipersiapkan dengan matang. Bukan hanya Al-Quran yang di kepala, kitab-kitab pun telah ada di kepala. Sehingga ketika pergi ke Barat, mereka bukan belajar pada Orientalis, tapi mereka mengajari Islam Orientalis. Meskipun secara formal mereka belajar,”tegasnya.
Karena itu Rasjidi dan beberapa sarjana Islam Mesir yang belajar ke Barat, tidak terpengaruh Orientalis bahkan mereka melakukan perlawanan kepada Orientalis.
Pendapat ini diamini oleh Direktur Eksekutif Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations (INSISTS), Adnin Armas, MA.
Menurutnya hal senada juga dialami gurunya Prof Dr Mohammad Naquib Alatas.
“Setelah Alatas belajar di Mc Gill, Alatas merasa tidak ada kecocokan dengan Mc Gill kemudian pindah ke SOAS Inggris,”terangnya.
Dan Alatas kukuh terhadap Keislamannya dan bahkan melakukan gerakan yang sistematis melawan Orientalis.
“Kalau Rasjidi malahan bukan belajar di Mc Gill, tapi justru ia mengajar di sana,”terangnya.
Adnin juga mengingatkan bahwa sebenarnya Rasjidi telah menyatakan pada tahun 70-an itu, bahwa buku Harun itu sangat berbahaya.
“Kalau peringatan Rasjidi didengarkan saat itu, mungkin kondisi IAIN tidak seperti sekarang ini. IAIN justru menjadi pusat liberal. Bukan melahirkan para ulama yang berwibawa,”terangnya.
Sementara itu, pembahas lain, Hidayat Achyar, yang juga mantan murid Prof Rasjidi di UI, menjelaskan bahwa sebenarnya Rasjidi juga sangat perhatian terhadap mahasiswa. Ia dan kawan-kawannya, pengurus Masjid Arif Rahman Hakim UI, sering dibina sama Rasjidi.
“Waktu buku Harun ini keluar, Pak Rasjidi memanggil kita dan menjelaskan kesalahan buku itu dalam beberapa pertemuan. Bahkan ia menfotokopi bukunya yang mengoreksi buku Harun itu,”terangnya bangga.
Menurut Hidayat, guru Islam di UI yang berkesan pada dirinya dua orang. Pertama, Prof Othman Raliby dan yang kedua, Prof Rasjidi. Menurutnya pak Rasjidi sering mengisi acara Keislaman di masjid UI saat itu. Perkembangan-perkembangan ieislaman di tanah air sering ditanggapi Rasjidi dalam ceramahnya.
“Ia menanggapi buku Harun, Nurcholish dan Warsito tokoh kebatinan. Tapi yang menanggapi bukunya hanya Warsito, sehingga terjadi perdebatan yang panjang dengan tokoh kebatinan itu,”terangnya.*/ Abu Zidni Taqiyudin