Hidayatullah.com–Kekerasan politik menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) meningkat drastis di Aceh. Semakin dekat degan hari H semakin meningkat pula angka kriminal, baik yang diekspos maupun yang tidak diekspos oleh media.
Di antara kasus yang paling sadis adalah terbunuhnya korban dari kalangan anak kecil yang tidak berdosa di Biruen baru-baru ini.
Atas dasar itulah Front Pembela Islam (FPI) Aceh berharap kepada ulama terutama Majlis Ulama Nanggroe Aceh (MUNA), Majlis Permusyarawatan Ulama (MPU) Aceh dan Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA) menjadi penengah atau mediator atas konflik kekerasan terkait Pemilu akhir-akhir ini di berbagai kabupaten/kota di Aceh.
“Kami (FPI) yakin, bahkan haqqul yakin semua kalangan di Aceh dari berbagai latar belakang partai dan ormas masih mendengar petuah-petuah dari ulama. Oleh karena demekian satu-satunya mediator yang didengar adalah ulama. Jika ketiga lembaga (MUNA, HUDA dan MPU) tidak segera ambil alih maka tidak tertutup kemungkinan korban akan terus berjatuhan,” demikian disampaikan Juru Bicara FPI DPD Aceh, Tgk Mustafa Husen Woyla dalam rilisnya yang disampaikan pada hidayatullah.com, Selasa (01/03/2014).
Menurut Mustafa, walaupun hari H semakin dekat belum terlambat memanggil sejumlah pihak dari berbagai partai untuk duduk semeja didampingi oleh ketiga lembaga di atas membahas apa saja yang menjanggal selama ini sehingga berujung kepada konflik yang berakibat kepada jatuhnya korban.
Menurutnya, apalagi sang mendiang pendiri HUDA, Abu Ibrahim Berdan (Abu di Panton) secara historis sudah pernah menjadi mediator antara GAM-RI pada masa konflik Aceh.
“Jadi, bukan hal pertama dan canggung jika ada kesalahpahaman antara umat tempat kembali adalah para ulama para pewaris Nabi,” ujarnya.*