Hidayatullah.com–Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Slamet Effendy Yusuf mengatakan, Indonesia harus memiliki sikap dengan mendukung Yordania terkait serangan tentara Zionis Israel terhadap Masjid Al Aqsha di Yerusalem.
“Sikap Yordania sebagai penanggung jawab Baitul Maqdis harus dihargai. Bagaimanapun, Masjid Al Aqsha adalah tempat suci ketiga bagi Islam. Indonesia juga harus bersikap,” kata Slamet Effendy Yusuf dihubungi di Jakarta, Jumat (7/11/2014).
Slamet mengatakan, perlakuan tentara Israel terhadap umat Islam di Palestina sangat brutal dan melanggar kebebasan beragama, terutama kepada jamaah shalat Jumat.
“Saya pernah ke sana pada hari Jumat dan menyaksikan sendiri bagaimana perlakuan tentara Israel terhadap jamaah shalat Jumat di Masjid Al Aqsha,” tuturnya.
Perlakuan tentara Israel lain yang dinilai melanggar kebebasan beragama adalah pemeriksaan ketat terhadap jamaah yang akan beribadah di Masjid Al Aqsa dan larangan orang-orang berusia di bawah 50 tahun untuk masuk.
Karena itu, Slamet menyayangkan Dewan Keamanan PBB yang diam saja melihat perilaku brutal tentara Israel itu.
“Sikap Dewan Keamanan PBB itu perlu dikecam. Mereka juga harus didesak untuk melakukan langkah konkrit dengan memberikan sanksi terhadap Israel,” katanya, dilansir Antara.
Sebelumnya, Yordania mengadu kepada Dewan Keamanan PBB tentang serangan pasukan keamanan Israel pada Rabu (5/11/2014) terhadap Masjid Al Aqsha di Yerusalem. Yordania juga menyatakan akan mengambil langkah hukum untuk menghentikan serangan lebih lanjut.
Ketegangan di lokasi juga memicu bentrokan antara pasukan keamanan Israel dengan warga Palestina di Yerusalem beberapa pekan terakhir.
Yordania mendesak Dewan Keamanan PBB untuk meminta Israel bertanggung jawab atas serangan yang dikatakannya memicu kebakaran dan merusak mosaik di langit-langit masjid serta permadani di gugus Haram al-Sharif.
Yordania juga telah menarik duta besarnya untuk Israel sebagai kecaman terhadap peningkatan pelanggaran Israel.
Raja Yordania Abdullah adalah penjaga gugus tersebut, yang diakui dalam perjanjian perdamaian 1994 dengan Israel. Gugus tersebut, lokasi Kubah Karang, dikelola oleh pegawai pemerintah Yordania. Yahudi tidak diizinkan beribadah di tempat tersebut.*