Hidayatullah.com–Mencuatnya berita dan tulisan di media online belakangan ini mengenai keraguan akan pembantaian Rohingya yang terjadi di Rakhine State, Myanmar telah mengejutkan kalangan pegiat hukum dan hak asasi manusia.
Pasalnya, berita dan tulisan tersebut memuat pernyataan dan komentar kontroversial yang seolah-olah ingin menegaskan bahwa fakta dan informasi mengenai pembantaian terhadap Rohingya di negara bagian Rakhine, yang dahulu bernama Arakan, adalah bohong belaka.
Heri Aryanto, pegiat hukum dan HAM yang pernah melakukan investigasi langsung di Sittwe, Meikhtila, dan Yangon bulan Mei 2013 mengatakan ia menerima bukti-bukti pembantaian, kesaksian-kesaksian, dan cerita mengenai pembantaian etnis Muslim Rohingya oleh penduduk mayoritas (Burmese) yang disponsori oleh pemerintah Myanmar.
Tidak hanya pembantaian, Heri juga mendapati bukti dan cerita mengenai pembatasan gerakan Rohingya di dalam wilayah Rakhine dan pemerkosaan terhadap perempuan-perempuan Rohingya, baik ketika berada di Myanmar maupun pada saat melakukan investigasi di tempat terdamparnya Rohingya di Aceh dan Medan pada tahun 2013 dan 2015.
Advokat dan Koordinator Advokasi Pengungsi SNH Advocacy Center sangat menyayangkan adanya pernyataan-pernyataan yang hanya didasarkan pada alasan “tidak menemukan cerita” lalu menganggap tak ada pembantaian di Rohingya.
“PBB saja setelah melihat langsung ke lokasi konflik di Sittwe (Ibukota Rakhine State-red) mengatakan bahwa Rohingya adalah etnis paling teraniaya di muka bumi,” tegasnya dalam rilisnya yang dikirim ke hidayatullah.com.
Heri menambahkan bahwa seharusnya kesimpulan mengenai pembantaian Rohingya diambil dari bukti-bukti yang didapatkan secara lengkap dan dari sumber terpercaya.
Soal tidak menemukan adanya mayat di mana-mana di Rakhine State dan tidak ditemukannya adanya konflik Rohingya di Yangon, tidaklah cukup untuk menyimpulkan tidak adanya pembantaian terhadap etnis Rohingya.
Heri juga mempertanyakan apakah orang-orang yang memberikan pernyataan dan komentar tersebut benar-benar telah mengetahui dan melihat langsung kondisi Rohingya ke wilayah konflik di Rakhine atau hanya berdasarkan cerita orang-orang dari luar Rakhine?
“Kalau benar-benar telah mengetahui dan menyaksikan sendiri kondisi Rohingya di Rakhine State, maka pastinya mereka akan sungkan memberikan pernyataan seperti itu,” imbuh Heri.
Sebagaimana diketahui, Senin (01/06/2015) lalu, salah satu media online memuat pernyataan pegiat LSM Kesehatan yang mengaku telah dua kali ke Rakhine dan mengatakan ia tidak menemukan mayat-mayat Rohingya yang tergeletak di mana-mana.
Bahkan ia menyalahkan media-media yang memberitakan ketidakbenaran mengenai pembantaian Rohingya di tahun 2012. Ia juga menuduh adanya pihak ketiga yang sengaja menyebarkan berita pembantaian terhadap Rohingya.
Namun anehnya, ia kemudian mengakui adanya bukti bekas-bekas pembakaran masjid dan rumah-rumah warga di Rakhine.
Dalam pernyataan lebih lanjut, kebalikannya ia justru mengatakan bahwa ketika ia masuk ke Rakhine, ia tidak menemukan ada yang dibakar.
Menurut Heri, kedua pernyataan ini pun pada akhirnya saling bertentangan dan menimbulkan kebingungan.
Menurut Heri, hasil investigasi Human Rights Watch yang dipublikasi pada tahun 2013 dengan judul “All You Can Do is Pray, Crimes Against Humanity and Ethnic Cleansing of Rohingya Muslim in Burma’s Arakan State” menemukan fakta adanya pembantaian.
Menurutnya, seorang insan tentunya tidak akan sanggup mengatakan bahwa pembataian terhadap Rohingya ini adalah rekayasa.

Bukti Baru
Belum lama ini, Kantor Berita BBC melaporkan bukti dugaan penyiksaan, perkosaan dan pembunuhan yang dialami imigran Rohingya dari Myanmar.
Wartawan BBC Ian Pannel yang mengunjungi kamp yang sebelumnya dipakai pedagang manusia di Malaysia menerima laporan bahwa para migran ditahan, dipukuli dan disiksa. [Baca: Bukti Baru Penyiksaan Muslim Rohingya]
Seorang wanita mengatakan dirinya menyaksikan tahanan wanita dibawa dan diperkosa pedagang manusia. Sebagian dari mereka tidak pernah kembali. Sementara seorang migran pria yang menghuni kamp selama dua tahun, menceritakan bagaimana cabe ditaruh di matanya.
Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) mengatakan etnis minoritas Muslim Rohingya di Myanmar merupakan kelompok etnis minoritas yang saat ini paling merana di dunia. Ini dikarenakan konflik kemanusiaan dan kekerasan yang dilakukan oleh kelompok pengikut Budha radikal di Myanmar.*