Hidayatullah.com — Pengguna fasilitas pesan data instan seperti WhatsApp dan BlackBerry Messenger (BBM) beberapa hari ini dihebohkan dengan beredarnya potongan film Yesus versi Kristen yang menggunakan bahasa Bugis.
Syahruddin Ibrahim, salah seorang warga asal Lappariaja, Bone, Sulawesi Selatan, mengaku cemas dengan beredarnya potongan film tersebut. Kendati diakui adalah hak semua penganut agama untuk menyiarkan ajaran yang diyakininya dengan tetap patuh pada peraturan perundang-undangan.
“Umat Islam harus tetap waspada, bahaya kalau ditonton anak-anak atau muslimin yang belum kuat secara tauhid,” kata Syahruddin dalam obrolan dengan media ini belum lama ini.
Pria Bugis yang juga seorang dai muda ini berharap umat Islam tetap giat menimba ilmu agama Islam dalam rangka membendung berbagai upaya missionari di luar keyakinan tauhid. Mawas diri perlu tanpa perlu terprovokasi dengan hal-hal yang dapat menciderai persatuan.
Kendati demikian, Syahruddin menilai, jika yang menyaksikan potongan film tersebut adalah orang yang secara pemahaman akidah lemah, maka boleh jadi ia akan terpengaruh. Apalagi dengan adanya seruan mengikuti keyakinan tersebut akan sembuh dari berbagai penyakit.
Sejarah Bugis Kristen
Kendati diketahui umumnya masyarakat Bugis beragama Islam, rupanya kekristenan pernah cukup lekat dalam sejarah suku Bugis. Di laman sejarah.co yang memuat sejarah penyebarab Alkitab di Indonesia, merangkum sejarah penyeraban Alkitab di wilayah tersebut.
Disebutkan, mulai pada tahun 1667 kota Makasar seperti daerah Sulawesi Selatan berada di bawah pemerintah VOC. Dengan ini Gereja VOC bertempat juga di situ. Selain di Makasar terdapat juga jemaat kecil di Bontain, Bulukumba dan di pulau Salayar. Pekabaran Injil sedikitpun tidak ada dilakukan terhadap penduduk di daerah itu, meskipun Islam belum lama masuk ke sana.
Baru pada pertengahan abad ke-20 maka dimulailah usaha penyebaran Injil di daerah itu. Pelopornya ialah seorang pendeta Gereja Protestan, yakni Toewater yang pandai dalam menyelidiki bahasa-bahasa daerah dan sempat menyusun bentuk bahasa Bugis (± 1840).
Terutama Dr. Matthes, yang diutus oleh NBG (Lembaga Alkitab Belanda) ke Makasar, telah berusaha menyelidiki bahasa-bahasa Bugis-Makasar serta menterjemahkan Alkitab ke dalam bahasa-bahasa tersebut (1847-1879).
Mengutip Dr. Th. Muller Kruger dalam bukunya, Sejarah Gereja di Indonesia, diterbitkan Badan Penerbitan Kristen-Djakarta (1966), Matthes menasihatkan NZG supaya memulai usaha pekabaran Injil di daerah itu.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Sementara itu, dalam catatan peminat sejarah dan sosial budaya asal Sulawesi Selatan, Muhammad Ruslailang, mencatat Islam menjadi agama resmi kerajaan Gowa-Tallo bermula ketika Karaeng Matoayya mengikrarkan diri sebagai Muslim dengan bimbingan Datuk Ri Bandang pada tahun 1605.
Setelahnya, orang Bugis termasuk di kerajaan Siang dan Ajatappareng yang sebelumnya nasrani akhirnya memeluk agama Islam secara massif. Hingga kini, jejak Kristen tak ditemukan lagi dalam peradaban mereka kecuali termaktub dalam catatan perjalanan orang-orang Portugis di abad 16M.
Jumlah orang Bugis yang menganut agama Kristen hingga kini boleh dibilang sangat sedikit, karena sepertinya Islam sudah merasuk menjadi identitas kultural orang Bugis itu sendiri. Demikian catatan Ruslailang di laman MakassarNolKM.com.*