Hidayatullah.com- Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Prof. Dr. Yunahar Ilyas menjelaskan Surat Edaran yang diterbitkan Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto, itu menjadi sudah domainnya sebab, seorang Wali Kota tentu lebih tahu situasi dan kondisi di daerahnya.
“Mana acara yang harus diijinkan dan tidak, serta mana yang berdampak negatif maupun yang berdampak positif bagi masyarakat. Kalau saya sih komentarnya terserah Wali Kota saja,” kata Yunahar saat dihubungi awak hidayatullah.com, Rabu (28/15/2015).
Yunahar mendukung keputusan Bima Arya kalau dilihat dari segi ajaran penganut Syiah karena banyak penyimpangan, apalagi di dalam perayaan Asyura mereka sampai menyiksa diri sendiri. Karena itu, menurutnya, jelas memperingati kematian Husein dengan melukai diri (perayaan Asyuro,red) adalah perbuatan yang tidak dibenarkan.
“Saya rasa Wali Kota Bogor, itu pertimbangannya masalah ketertiban dan ketentraman warganya. Kalau suatu kekompok mengadakan acara yang dianggap menyimpang kemudian dibiarkan saja maka akan menimbulkan ketidakharmonisan di sana (Bogor,red),” tandas Yunahar.
Sebagaimana diketahui, Pemerintah Kota Bogor, Jawa Barat, menerbitkan Surat Edaran Wali Kota dengan Nomor: 300/1321-Kesbangpol yang berisi larangan merayakan Asyura bagi penganut Syiah di Bogor.
Surat edaran itu diterbitkan dengan memperhatikan tiga hal. Pertama, sikap dan respons dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Bogor dengan Nomor: 042/SEK-MUI/KB/VI/2015 tentang paham Syiah. Kedua, yakni surat pernyataan dari organisasi masyarakat (ormas) Islam di Kota Bogor yang menyatakan penolakan segala bentuk kegiatan keagamaan Syiah. Dan ketiga, merupakan hasil rapat dari Pimpinan Daerah.*