Hidayatullah.com- Direktur Lembaga Pengkajian dan Penelitian Islam (LPPI) Amin Djamaluddin menjelaskan salah satu sumber pendanaan dari kelompok al-Qiyadah al-Islamiyah atau Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) untuk tetap eksis dan masif dalam menyebarkan ajarannya.
“Memang, awalnya itu para anggotanya diajarkan tentang kejujuran, atau nggak boleh berbohong. Terus kemudian shalat fardhu tidak wajib, puasa, zakat dan ibadah haji juga nggak wajib. Nah, yang wajib itu hanya qiyamul lail,” ujar Amin kepada hidayatullah.com, di Jakarta, Rabu (27/01/2016) kemarin.
Lebih lanjut, dikatakan Amin, bagi para anggota Gafatar yang tidak shalat qiyamul lail maka diwajibkan untuk melakukan penebusan dosa dengan membayar shadaqah kepada Nabi (Ahmad Moshaddeq). Karena di awal mereka sudah didoktrin untuk selalu jujur, maka siapa saja anggota yang tidak mengerjakan qiyamul lail maka akan lapor kepada Nabi.
“Ini penebusan dosa nominalnya itu tergantung dari apa yang disebut oleh Nabinya, yaitu Ahmad Moshaddeq. Ini ada formulirnya,” jelas Amin sambil menunjukkan selembar kertas bertuliskan “Surat Penebusan Dosa berupa Uang Shadaqah”.
Disebutkan Amin, semua uang penebus dosa tersebut akan diserahkan ke Ahmad Moshaddeq. Di mana, bagi para anggota yang jauh dari kediaman Moshaddeq atau yang berada di daerah cabang, maka uang penebus dosa itu bisa diserahkan melalui ketua cabang masing-masing.
“Dulu kan awal-awalnya baru sekitar 8 cabang seperti Padang, Makassar dan lainnya. Sekarang Gafatar ini kan sudah ada di 34 wilayah,” tukasnya.
Sementara itu, dikesempatan yang berbeda, Ketua Riset Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika yang juga pernah menjadi pendamping hukum Dedi Priadi (Ketua Cabang al-Qiyadah al-Islamiyah Padang 2009), Sudarto mengatakan bahwa dalam setiap gerakan pasti ada kolekte (pengumpulan dana) sebagaimana yang ada dilakukan kelompok Gafatar. Di mana, kelompok Gafatar membangun sistem perekonomian melalui tiga sektor.
“Mungkin anda ingat dengan gerakan ‘Darul Arqom’, sistem perekonomian Gafatar dikembangkan seperti itu. Sektor yang dikembangkan itu meliputi pertanian, sandang pangan, dan perdagangan. Itu semua mereka mainkan. Karena, Dedi sendiri dahlu itu seorang pengusaha Minyak di Padang,” ujar Sudarto.
Selain itu, Sudarto menjelaskan bagaimana sistem perekrutan anggota di dalam Gafatar. Pertama, para calon pengikut Gafatar harus dibai’ah lebih dulu sebelum dinyatakan resmi menjadi anggota. Kedua, wajib meninggalkan komunitas, atau organisasi yang diikutinya. Baru setelah itu, diberlakukan hukum kolekte yakni semacam sedekah untuk menghidupi gerakan Gafatar ini.
“Jika pengikut Gafatar tidak punya usaha sendiri (pribadi,red) maka, akan dibentuk usaha bersama dengan mengembangkan sistem perekonomian dalam sektor pertanian misalnya,” tutup lelaki yang akrab disapa Dato’ kepada hidayatullah.com.*